Dalam dua pekan terakhir, tiga tersangka kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur berhasil diringkus Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Gresik. Yang mengejutkan, para pelaku merupakan ayah tiri korban, memanfaatkan kedekatan untuk mengintimidasi dan melancarkan aksi bejat mereka.
Modus serupa juga ditemukan pada 15 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Gresik selama periode Januari-Mei 2025, menurut data Dinas Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan dan Anak (KBPPPA) Gresik. Rinciannya, 6 kasus pelecehan dan 9 kasus persetubuhan. Kepala UPT PPA Dinas KBPPPA Gresik, Ratna Faizah, menekankan bahwa tindakan ini merupakan kejahatan, terlepas dari dalih “suka sama suka” yang sering digunakan pelaku. Secara hukum, anak di bawah umur belum cakap memberikan persetujuan seksual.
Perlindungan Hukum dan Tantangannya
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2024 tentang Perlindungan Anak menegaskan status anak hingga usia di bawah 18 tahun. Oleh karena itu, setiap aktivitas seksual dengan anak tetap dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Ratna Faizah menambahkan bahwa pencegahan menjadi kunci utama, dan peran keluarga serta lingkungan sangat krusial dalam hal ini. Pendampingan intensif terhadap korban tetap dilakukan, tetapi upaya preventif jauh lebih penting.
Dua faktor utama yang mempengaruhi tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak adalah *micro system* (lingkungan terdekat) dan *chromo system* (pengaruh zaman). Akses mudah anak terhadap konten seksual di media digital tanpa edukasi yang memadai menjadi perhatian serius.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Ketua Komnas-PA Jawa Timur, Febri Kurniawan Pikulun, mendesak pemerintah untuk meningkatkan upaya pencegahan. Meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan kelemahan penerapan perlindungan anak secara menyeluruh. Pemerintah memiliki peran sentral, baik dalam pencegahan maupun penindakan, hingga ke tingkat desa.
Febri juga menyoroti intervensi oknum yang berupaya mendamaikan korban dan pelaku dengan dalih menutupi aib. Hal ini sangat berbahaya dan berdampak jangka panjang bagi kehidupan sosial. Pemerintah harus memastikan korban mendapatkan perlindungan hukum dan menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjamin perlindungan anak secara optimal.
Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi
Pentingnya edukasi seksualitas yang komprehensif bagi anak dan remaja harus digalakkan. Edukasi ini tidak hanya fokus pada bahaya kekerasan seksual, tetapi juga mencakup pemahaman tentang tubuh, batasan, dan cara melindungi diri. Peran orang tua, sekolah, dan komunitas sangat penting dalam memberikan edukasi ini. Informasi yang akurat dan mudah dipahami akan membantu anak-anak mengenali tanda-tanda bahaya dan berani melaporkan jika terjadi kekerasan.
Selain edukasi, perlu juga kampanye publik yang masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak. Kampanye ini harus menekankan bahwa kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang serius dan tidak dapat ditoleransi. Partisipasi semua pihak, termasuk media, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan, sangat penting dalam keberhasilan kampanye ini.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Gresik, dan di Indonesia pada umumnya, merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan serius dan terintegrasi. Pencegahan, perlindungan korban, dan penegakan hukum harus berjalan beriringan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.
Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program perlindungan anak, termasuk pelatihan bagi petugas yang menangani kasus kekerasan seksual. Kerjasama antar lembaga juga sangat penting untuk memastikan penanganan kasus yang efektif dan efisien. Hanya dengan kerja sama yang solid dan komitmen yang kuat, kita dapat melindungi anak-anak kita dari kejahatan seksual.
Tinggalkan komentar