Jalan Cengkeh di Jakarta Barat menyimpan sejarah unik yang terlupakan. Lebih dari 500 tahun lalu, lokasi ini menjadi saksi bisu perjanjian penting antara Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Portugis.
Perjanjian ini, yang terjadi jauh sebelum Jakarta bernama Jakarta, menandai upaya Kerajaan Pajajaran untuk memperkuat pertahanan menghadapi ancaman dari bangkitnya Kesultanan Demak. Kerajaan Pajajaran, yang merasa terancam, mencari sekutu kuat untuk menghadapi situasi politik yang semakin tidak menentu di Nusantara.
Perjanjian Sunda-Portugis: Sebuah Perjanjian Strategis
Dalam upaya tersebut, Kerajaan Pajajaran mengirimkan utusan ke Kerajaan Portugis di Malaka. Hasilnya adalah Perjanjian Sunda-Portugis pada tahun 1522. Perjanjian ini tidak hanya berfokus pada aspek perdagangan, tetapi juga kerjasama militer yang krusial bagi kelangsungan Kerajaan Pajajaran.
Sebagai bagian dari perjanjian, Kerajaan Pajajaran berkomitmen untuk menyediakan pasokan lada kepada Portugis. Ini adalah komoditas berharga pada masa itu, dan kesepakatan ini menguntungkan kedua belah pihak. Namun, imbalan yang lebih penting bagi Pajajaran adalah janji bantuan militer dari Portugis.
Bantuan Militer dan Pembangunan Benteng
Portugis berjanji akan membangun sebuah benteng pertahanan di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta Utara). Benteng ini diharapkan mampu melindungi Pajajaran dari serangan musuh. Namun, rencana pembangunan benteng ini tidak pernah terwujud.
Kejatuhan Sunda Kelapa ke tangan aliansi Demak-Cirebon pada tahun 1527 mengakhiri rencana pembangunan benteng tersebut. Kejadian ini menandai berakhirnya upaya kerja sama militer antara Pajajaran dan Portugis.
Tanda Perjanjian: Batu Prasasti Padrao
Walaupun bentengnya tidak pernah dibangun, perjanjian antara kedua kerajaan tetap meninggalkan jejak sejarah yang nyata. Sebagai bukti perjanjian tersebut, sebuah batu prasasti Padrao didirikan di Jalan Cengkeh.
Batu prasasti ini masih dapat ditemukan hingga saat ini, sekitar 100 meter di utara alun-alun Kawasan Kota Tua Jakarta. Prasasti tersebut menjadi saksi bisu dari upaya diplomasi dan strategi militer Kerajaan Pajajaran di masa lalu. Lokasinya yang tersembunyi menambah daya tarik tersendiri bagi para pencinta sejarah.
Konteks Sejarah: Kejatuhan Pajajaran dan Bangkitnya Demak
Perjanjian Sunda-Portugis perlu dipahami dalam konteks sejarah yang lebih luas. Bangkitnya Kesultanan Demak sebagai kekuatan Islam yang berpengaruh di Nusantara menjadi latar belakang penting perjanjian ini.
Kerajaan Pajajaran, yang menganut agama Hindu, merasa terancam oleh perluasan kekuasaan Demak. Oleh karena itu, upaya untuk mendapatkan sekutu kuat seperti Portugis menjadi langkah strategis untuk mempertahankan eksistensi kerajaan.
Namun, upaya ini akhirnya gagal karena berbagai faktor, termasuk perubahan situasi politik dan kekuatan militer yang tak terduga. Perjanjian Sunda-Portugis tetap menjadi bagian penting dari sejarah Jakarta dan Nusantara, sebuah kisah tentang diplomasi, ambisi, dan perubahan kekuasaan di masa lampau.
Informasi ini didapatkan dari berbagai sumber, termasuk video di akun Instagram @tripsejarah yang telah ditonton lebih dari 45 ribu kali, disukai 1413 pengguna, dibagikan 65 kali, dan memiliki 117 komentar. Unggahan tersebut juga menggunakan tagar #sejarah, #nusantara, #batavia, dan #pajajaran.