Ancaman Global: Jaga Pertumbuhan Ekonomi RI Hadapi Gejolak Eksternal

Bisnis7 Dilihat

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II melampaui ekspektasi, mencapai angka di atas perkiraan pasar sebesar 4,80 persen (year-on-year). Konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama, menunjukkan kinerja yang stabil dan relatif kuat meskipun ada perlambatan di beberapa sektor. Hal ini terutama terlihat pada peningkatan konsumsi di sektor transportasi, makanan dan minuman, serta pariwisata.

“Melampaui ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan sekitar 4,80 persen (year-on-year),” ungkap Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sendiri tercatat sebesar 4,97 persen YoY. Momentum libur hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha turut berkontribusi signifikan terhadap peningkatan mobilitas dan pengeluaran masyarakat.

Stimulus pemerintah, seperti diskon tarif listrik dan berbagai program bantuan , juga berperan dalam menjaga daya beli konsumen dan menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik pertumbuhan konsumsi yang positif, terdapat lonjakan yang sangat signifikan. Hal ini didorong oleh peningkatan belanja modal pemerintah dan impor barang modal.

Lonjakan ini memberikan dampak positif pada sektor konstruksi dan manufaktur, yang masing-masing tumbuh sebesar 4,98 persen dan 5,68 persen YoY. Meski demikian, sektor manufaktur masih menghadapi tantangan. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur versi S&P Global masih berada di level 49,2 pada Juli , menunjukkan kondisi yang belum sepenuhnya pulih.

“Terutama pada sektor transportasi dan komunikasi, makanan dan minuman, serta restoran dan hotel. Konsumsi rumah tangga dipandang stabil dan relatif kuat, meskipun terdapat perlambatan pada beberapa komponen seperti perlengkapan rumah tangga,” jelas Josua Pardede menambahkan konteks pertumbuhan konsumsi. Perlambatan ini perlu diperhatikan lebih lanjut untuk ke depannya.

Faktor melemahnya permintaan global dan perlambatan ekspor turut mempengaruhi sektor manufaktur. Namun, PMI versi Bank (BI) menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda. BI mencatat sektor manufaktur tetap berada di zona ekspansi moderat, sebesar 50,89 persen. Ini mengindikasikan aktivitas produksi masih bertahan dan bahkan meningkat di beberapa subsektor.

“Sebaliknya, PMI (Prompt Manufacturing Index) versi Bank Indonesia (BI) mencatat sektor manufaktur tetap dalam zona ekspansi moderat, sebesar 50,89 persen. Yang mengindikasikan bahwa aktivitas produksi masih mampu bertahan dan bahkan mengalami peningkatan di beberapa subsektor tertentu,” papar Josua menjelaskan perbedaan data PMI. Perbedaan data ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II dinilai positif dan di luar ekspektasi, didorong oleh rebound dan daya beli rumah tangga yang terjaga. Peningkatan konsumsi selama periode libur juga memberikan kontribusi positif. Namun, risiko eksternal seperti ketegangan perdagangan global, inflasi harga komoditas, dan tekanan pada nilai tukar rupiah perlu diwaspadai.

“Khususnya dampak dari ketegangan perdagangan global, inflasi harga komoditas, serta potensi tekanan pada rupiah dan pasar yang dapat memengaruhi pertumbuhan di semester kedua 2025,” kata Josua Pardede menekankan potensi risiko di masa mendatang. Pemerintah perlu mempersiapkan mitigasi risiko untuk menghadapi potensi tantangan tersebut. lebih mendalam mengenai faktor-faktor pendukung dan penghambat pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan untuk perencanaan kebijakan yang lebih efektif di . Pemerhati ekonomi juga menyarankan pemantauan yang lebih ketat terhadap indikator ekonomi makro untuk mengantisipasi potensi perlambatan.

Komentar