Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) NTB mengeluarkan imbauan penting bagi warga pesisir Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mewaspadai potensi banjir rob hingga 29 Juni 2025. Imbauan ini dikeluarkan menyusul prakiraan cuaca yang menunjukkan potensi gelombang tinggi dan pasang maksimum di beberapa wilayah.
Kepala Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Madjid BMKG NTB, Satria Topan Primadi, menjelaskan bahwa prakiraan cuaca di Lembar dan Sape menunjukkan tinggi gelombang antara 0,1 sampai 2,0 meter, dengan pasang maksimum mencapai 1,9 meter. “Masyarakat di sekitar pesisir Lombok dan pesisir Bima, bantaran sungai, dan daerah yang lebih rendah diimbau tetap waspada dan siaga untuk mengantisipasi dampak dari pasang air laut maksimum, seperti banjir rob,” tegasnya dalam pernyataan di Mataram, Senin.
Wilayah-wilayah di Pulau Lombok yang berpotensi terdampak meliputi Ampenan, Sekarbela, Gerung, Lembar, Pemenang, Jerowari, dan Labuan Lombok. Sedangkan di Pulau Sumbawa, potensi dampak banjir rob mengancam Labuan Badas, Palibelo, Woha, Bolo, Langgudu, Soromandi, Sape, Rasanae Barat, Hu’u, dan Asakota. Penting bagi masyarakat di daerah-daerah ini untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan langkah-langkah antisipasi.
Ancaman Banjir Rob di NTB: Analisis Lebih Dalam
Data *real time* Direktorat Meteorologi Maritim BMKG menunjukkan kondisi perairan Selat Lombok bagian selatan yang cukup mengkhawatirkan. Gelombang tinggi hingga 2,5 meter dengan kecepatan angin 13-25 knot dan kecepatan arus laut mencapai 5.930 centimeter per detik berpotensi memperparah dampak pasang maksimum. Kondisi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah dan masyarakat.
Sebagai provinsi kepulauan, NTB memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana maritim. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari 1.166 desa dan kelurahan di NTB, 25 persen atau 292 desa/kelurahan berbatasan langsung dengan laut. Jumlah ini menunjukkan betapa besarnya populasi yang berisiko terdampak gelombang tinggi dan banjir rob.
Daerah Terdampak Terbanyak
Kabupaten Bima menjadi daerah dengan jumlah desa terbanyak yang berbatasan langsung dengan laut, yaitu 68 desa. Diikuti oleh Kabupaten Sumbawa dengan 63 desa dan Kabupaten Lombok Timur dengan 44 desa. Kondisi ini menuntut upaya mitigasi bencana yang lebih intensif di daerah-daerah tersebut.
Langkah-Langkah Antisipasi Banjir Rob
Menghadapi potensi banjir rob ini, beberapa langkah antisipasi perlu dilakukan. Masyarakat di daerah rawan perlu menyiapkan jalur evakuasi, tempat pengungsian sementara, dan perlengkapan darurat. Pemerintah daerah juga harus meningkatkan sistem peringatan dini dan koordinasi antar lembaga terkait untuk memastikan respon cepat dan efektif terhadap potensi bencana.
Pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi banjir rob juga tak kalah penting. Masyarakat perlu memahami tanda-tanda awal terjadinya banjir rob, langkah-langkah penyelamatan diri, dan cara melindungi harta benda mereka. Kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait sangat krusial untuk meminimalisir dampak buruk dari potensi bencana ini.
Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan langkah-langkah jangka panjang untuk mengurangi kerentanan daerah pesisir terhadap banjir rob, seperti pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap gelombang tinggi, penanaman mangrove, dan pengaturan tata ruang wilayah pesisir yang lebih bijak.
Perlu diingat, informasi ini bersifat prakiraan dan dapat berubah sewaktu-waktu. Masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi cuaca terkini dari BMKG dan mengikuti arahan dari pemerintah setempat.
Pernyataan BMKG: “Masyarakat di sekitar pesisir Lombok dan pesisir Bima, bantaran sungai, dan daerah yang lebih rendah diimbau tetap waspada dan siaga untuk mengantisipasi dampak dari pasang air laut maksimum, seperti banjir rob.”
Dilarang keras mengambil konten ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Tinggalkan komentar