Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menekankan pentingnya pemahaman Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bagi kepala dan wakil kepala daerah. Beliau mengingatkan tentang kewajiban, larangan, dan sanksi yang tercantum di dalamnya, mengingatkan bahwa hal ini memiliki konsekuensi hukum yang serius.
Dalam arahannya di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Tito menjelaskan kewajiban kepala daerah sesuai Pasal 67 UU tersebut. Salah satu kewajiban utama adalah mendukung pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) dan program prioritas Presiden. Contoh PSN yang disebutkan meliputi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, Program Tiga Juta Rumah, Cek Kesehatan Gratis, dan ketahanan pangan.
Tito menegaskan pentingnya dukungan terhadap PSN. Pasal 68 UU tersebut mengatur sanksi bagi kepala daerah yang tidak menjalankan kewajiban ini, mulai dari sanksi administratif hingga pemberhentian permanen. “Kenapa saya anggap ini penting, bahwa Bapak dan Ibu kepala daerah memahami program strategis nasional ini, karena harus diakomodir dan didukung. Diakomodir dalam program-program di provinsi, kabupaten, kota,” tegas Tito.
Kewajiban dan Larangan Kepala Daerah
Selain kewajiban, UU juga mencantumkan sejumlah larangan bagi kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 76. Salah satu larangan yang ditekankan Tito adalah bepergian ke luar negeri tanpa izin Mendagri. Larangan lainnya adalah meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari tujuh hari berturut-turut atau tidak memberikan kabar selama satu bulan berturut-turut. Pelanggaran ini akan berakibat pada kewajiban mengikuti program pembinaan khusus dari Kemendagri.
Tito mencontohkan kasus Bupati Indramayu, Lucky Hakim, yang pergi ke Jepang tanpa izin selama cuti bersama Idul Fitri. Akibatnya, Lucky Hakim dikenai sanksi magang selama tiga bulan di Kemendagri. “Baru retreat kemarin kita lakukan, ada juga yang sudah melanggar. Ya itu (Bupati) Indramayu (Lucky Hakim) hingga harus diberikan sanksi,” kata Tito.
Retret Kepala Daerah Gelombang II
Pembukaan Retret Kepala Daerah Gelombang II di IPDN bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesamaan visi-misi di antara kepala daerah. Hal ini dinilai penting mengingat potensi sinkronisasi yang kurang baik antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), terutama menjelang Pilkada Serentak 2024.
Tito berharap adanya kesamaan waktu jabatan antara kepala daerah dan kepala negara/provinsi dapat menciptakan harmonisasi program. “Nah sekarang dengan adanya pemilihan presiden, legislatif, di tahun yang sama dengan Pilkada, ada harapan untuk terjadinya kesamaan waktu jabatan antara kepala daerah itu dan kepala negara dan provinsi sama, sehingga programnya bisa harmonis,” jelasnya.
Retret yang diikuti 86 kepala daerah (terdiri dari gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota) ini berlangsung selama 4 hari. Materi yang diberikan meliputi Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan, Astacita, Program Kementerian dan Lembaga, Tugas dan Fungsi Kepala Daerah, Kepemimpinan dan Komunikasi Politik, serta Team Building. Narasumber berasal dari 31 kementerian/lembaga.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Sanksi
Sanksi bagi kepala daerah yang melanggar aturan dalam UU No. 23 Tahun 2014 bervariasi, tergantung pada jenis dan tingkat pelanggaran. Sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis, penundaan pencairan dana, hingga pembekuan kegiatan. Sanksi yang lebih berat yaitu pemberhentian sementara selama tiga bulan, atau pemberhentian secara permanen, diterapkan untuk pelanggaran yang sangat serius dan merugikan negara.
Proses penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan kepala daerah biasanya diawali dengan investigasi oleh inspektorat atau aparat penegak hukum lainnya. Setelah bukti pelanggaran cukup, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses ini melibatkan berbagai pihak, dan keputusan akhir biasanya berdasarkan pertimbangan hukum yang komprehensif.
Penting bagi kepala daerah untuk memahami secara detail setiap pasal dalam UU No. 23 Tahun 2014 agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara optimal dan menghindari pelanggaran hukum. Kejelasan peraturan dan konsekuensi hukum yang tegas diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan.
Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan yang lebih intensif kepada kepala daerah dan perangkat daerah terkait UU No. 23 Tahun 2014 agar pemahaman dan penerapannya optimal. Hal ini penting untuk memastikan berjalannya roda pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Tinggalkan komentar