Konferensi Internasional Transformasi Pesantren (ICTP) 2025 yang baru saja berakhir telah menghasilkan kesepakatan penting: pembentukan Forum Inisiatif Transformasi Pesantren (FITP). Inisiatif ini muncul dari kesadaran kolektif 360 peserta, terdiri dari pimpinan pesantren, pengelola lembaga pendidikan Islam, akademisi, dan tokoh masyarakat dari berbagai penjuru Indonesia.
Anggota DPR RI sekaligus Ketua Komite Pengarah ICTP 2025, Taufik R. Abdullah, menjelaskan bahwa FITP dibentuk sebagai wadah komunikasi dan aksi bersama. Peserta konferensi menyadari kompleksitas tantangan yang dihadapi pesantren saat ini, menginginkan lebih dari sekadar wacana, tetapi langkah nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut. “Selama forum berlangsung, para peserta menyampaikan bahwa saat ini pesantren menghadapi tantangan yang sangat kompleks dan berlapis. Tidak cukup dengan wacana, tetapi kami butuh forum aksi bersama untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut,” ujar Taufik.
Salah satu tantangan krusial yang diidentifikasi adalah belum terintegrasinya sistem pendidikan pesantren dengan perkembangan dunia digital. Pesantren juga menghadapi ketergantungan ekonomi akibat lemahnya kemandirian finansial. Kurangnya adaptasi kurikulum dan model pembelajaran terhadap kebutuhan zaman modern juga menjadi masalah. Bahkan, cara pandang sebagian pemangku pesantren yang resisten terhadap perubahan menjadi penghambat kemajuan.
Tantangan Internal dan Eksternal Pesantren
Tantangan internal tidak hanya sebatas pada teknologi dan keuangan, tetapi juga merambah pada perubahan mindset. Perlunya adaptasi terhadap perkembangan zaman sangat penting untuk meningkatkan daya saing pesantren di era globalisasi. Pentingnya membangun jejaring antar pesantren dan lembaga terkait juga sangat dibutuhkan untuk mengembangkan inovasi dan sinergi program.
Di sisi lain, tantangan eksternal juga cukup signifikan. Sebagian pemangku kebijakan negara masih memandang pesantren sebagai lembaga pendidikan kelas dua. Hal ini tercermin dari belum tuntasnya regulasi turunan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, serta minimnya alokasi anggaran negara untuk pesantren. “Padahal APBN kita menyisihkan 20 persen untuk fungsi pendidikan, tetapi belum berpihak optimal pada pesantren. Ini harus dikritisi, sekaligus diperbaiki secara sistemis,” tegas Taufik.
Solusi dan Rekomendasi ICTP 2025
Sebagai solusi, FITP mendorong pemerintah untuk membentuk Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama. Langkah ini dianggap penting untuk menangani kompleksitas permasalahan pesantren secara lebih strategis dan setara dengan sektor pendidikan lainnya. Hanya dengan adanya direktorat jenderal, pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih maksimal terhadap pesantren dan menangani permasalahan yang ada secara terstruktur.
Taufik menyatakan bahwa ICTP 2025 diharapkan menjadi titik balik transformasi pesantren di Indonesia. Konferensi ini menargetkan perubahan sistemis di lingkungan pesantren untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas. Harapannya, FITP dapat menjadi agen of change yang efektif dalam mendorong kemajuan pesantren di berbagai aspek.
Lebih lanjut, FITP juga akan berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan pesantren, penguatan ekonomi pesantren, serta peningkatan jejaring dan kerjasama antar stakeholder. Dengan adanya FITP, diharapkan tercipta suatu sinar baru bagi pesantren dalam menghadapi tantangan globalisasi dan menciptakan generasi muda yang berkualitas dan berkompetensi.
Kesimpulannya, ICTP 2025 dan pembentukan FITP menandai langkah signifikan dalam upaya memajukan pesantren di Indonesia. Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, tetapi dengan kerja sama dan dukungan dari semua pihak, transformasi pesantren menuju masa depan yang lebih cerah dapat diwujudkan.
Tinggalkan komentar