Pakar ekonomi digital Tuhu Nugraha, lulusan Universitas Gadah Mada, menekankan pentingnya pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) sebagai alat penguat, bukan pengganti, kemampuan pelaku ekonomi kreatif (ekraf).
Dalam diskusi “Ekonomi Kreatif: Dari Analog Sampai Digital” di Jakarta, Tuhu menyatakan, “AI itu mindset-nya harusnya buka untuk menggantikan (manusia) tapi augmenting atau melipatgandakan kemampuan orang ini.” AI harus dilihat sebagai alat bantu yang meningkatkan produktivitas dan kreativitas manusia, bukan sebagai ancaman bagi lapangan kerja.
Tuhu menyoroti perlunya kesadaran pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam memanfaatkan AI di sektor ekonomi kreatif. Regulasi yang tepat sangat krusial untuk memastikan teknologi ini tidak menggeser peran manusia dan malah menciptakan peluang baru. Salah satu usulannya adalah penerapan pajak terhadap pekerjaan yang digantikan oleh AI, sesuai dengan tren global.
Potensi Besar AI untuk Ekonomi Kreatif Indonesia
Tuhu optimistis bahwa industri kreatif Indonesia memiliki potensi besar jika mampu mengoptimalkan AI sebagai alat bantu produksi. Kreativitas, ide-ide inovatif, dan sentuhan artistik tetap menjadi inti dari karya-karya ekraf, sedangkan AI dapat membantu dalam proses produksi dan pemasaran.
Sebagai contoh, AI dapat membantu dalam pembuatan sketsa, desain, dan konten visual. Kreator lokal dapat memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas karya mereka, memungkinkan mereka untuk bersaing di pasar global.
Contoh Implementasi AI dalam Ekonomi Kreatif
Tuhu mencontohkan potensi pasar global bagi seniman Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar seperti Disney tertarik dengan karya yang mencerminkan keberagaman dan budaya lokal. AI dapat membantu para seniman Indonesia dalam mempromosikan dan mendistribusikan karya mereka ke pasar internasional.
Selain itu, AI juga sangat membantu pelaku usaha kecil dan mikro (UMKM) yang memiliki keterbatasan sumber daya. Dengan AI, mereka dapat membuat logo, konten visual, dan materi pemasaran sendiri tanpa harus mempekerjakan tenaga profesional.
“Dia gak bisa mempekerjakan teman-teman yang bikin logo. Dia bikin sendiri pake logo dengan AI,” ujar Tuhu, menggambarkan bagaimana AI dapat mendemokratisasi akses terhadap teknologi dan sumber daya bagi para pelaku UMKM.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meskipun menawarkan banyak peluang, implementasi AI di sektor ekonomi kreatif juga menghadirkan tantangan. Pemerintah perlu membangun infrastruktur digital yang memadai dan memastikan akses yang merata bagi seluruh pelaku ekraf.
Selain itu, pendidikan dan pelatihan di bidang AI juga penting untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan AI ke dalam pendidikan desain, seni, dan teknologi kreatif sangatlah krusial.
Program pelatihan dan pendampingan bagi UMKM juga perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka dapat memanfaatkan AI secara efektif dan efisien dalam meningkatkan daya saing bisnis mereka. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan menjadi kunci keberhasilan implementasi AI di sektor ekonomi kreatif.
Kesimpulannya, AI memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Namun, pengembangan dan pemanfaatannya harus dilakukan secara bijak dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan aspek etika dan dampak sosialnya. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat memanfaatkan AI untuk memperkuat daya saing industri kreatifnya di pasar global.
Tinggalkan komentar