Industri kopi di Kenya, Ethiopia, dan Uganda masih bergumul dengan warisan kolonialisme. Sistem yang ada selama ini telah menguntungkan pedagang internasional dan perantara lokal, sementara para petani kopi skala kecil—yang mayoritas merupakan tulang punggung produksi kopi di Afrika—hanya menerima sebagian kecil keuntungan.
Setelah kemerdekaan, Kenya melanjutkan model ekonomi kolonial, mengalokasikan lahan untuk tanaman ekspor seperti kopi dan teh. Hal ini menghasilkan pendapatan devisa, tetapi mengabaikan produksi pangan dalam negeri, yang berujung pada kekurangan pangan dan kemiskinan di pedesaan. Protes petani terkait harga kopi yang rendah sering terjadi, menunjukkan ketidakpuasan yang meluas.
Nairobi Coffee Exchange (NCE): Warisan Kolonial yang Bertahan
Bursa Kopi Nairobi (NCE), didirikan pada tahun 1935, masih mendominasi ekspor kopi Kenya. Sebagian besar kopi diekspor dalam bentuk setengah jadi, menurut Dennis Munene Mwaniki, direktur eksekutif China-Africa Center di Institut Kebijakan Afrika Kenya, “Kami masih sangat bergantung pada pasar internasional, mengekspor sebagian besar biji kopi dalam bentuk setengah jadi. Akibatnya, sebagian besar keuntungan diserap oleh pihak perantara dan negara maju, sementara petani kami hanya menerima sebagian kecil dari nilai retail akhir.” Sistem ini membatasi kendali Kenya atas rantai nilai kopi dan berkontribusi pada tantangan yang dihadapi industri ini.
Penentuan harga di NCE didominasi oleh pembeli internasional dan perantara lokal, sehingga petani kopi lokal memiliki sedikit daya tawar. Model bisnis ini, menurut The Conversation, merupakan salah satu bentuk neokolonialisme, di mana segelintir pedagang kopi transnasional meraup keuntungan besar.
Ketimpangan Harga Kopi: Sebuah Ketidakadilan Global
Lebih dari 80 persen kopi dunia berasal dari 25 juta petani skala kecil, 60 persen di antaranya mengelola lahan kurang dari 5 hektar. Banyak yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Petani kopi Kenya menjadi contoh nyata ketidakadilan ini. Sebuah cangkir kopi di kafe Eropa berharga sekitar 4 dolar AS, sementara banyak buruh kopi di Kenya hanya memperoleh maksimal 2,3 dolar AS per hari.
Situasi serupa terjadi di Ethiopia. Meskipun kopi Ethiopia terkenal dan dijual dengan harga tinggi, hanya sekitar 5 hingga 10 persen dari harga ritel akhir yang kembali ke Ethiopia. Keuntungan sebagian besar diserap oleh distributor dan broker internasional. Petani kopi Ethiopia hanya mendapatkan sekitar 500 dolar AS per tahun, menurut data Bank Dunia, meskipun bekerja sepanjang tahun.
Uganda juga menghadapi tantangan serupa, masih berjuang melawan warisan struktur ekonomi kolonial. Nelson Tugume, ketua Inspire Africa Group, menyatakan bahwa ketimpangan ini melemahkan semangat petani dan menghambat pembangunan berkelanjutan sektor kopi di Afrika. Ia menyerukan alokasi yang lebih adil atas kekayaan yang dihasilkan oleh perdagangan kopi global.
Strategi untuk Perubahan: Koperasi Petani dan Peningkatan Produktivitas
Seruan agar Afrika tidak lagi hanya menjadi pemasok bahan mentah semakin menguat. Salah satu strategi Kenya adalah membentuk koperasi petani kopi skala kecil. Sekitar 800.000 petani tergabung dalam sekitar 500 koperasi. Koperasi ini memungkinkan petani untuk menyatukan sumber daya, berbagi pengetahuan, dan meningkatkan kualitas kopi.
Menurut Karuga Macharia, wakil ketua Asosiasi Kopi Unggulan Afrika (African Fine Coffees Association), pendekatan kolektif ini memberdayakan petani dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan industri kopi di Kenya. Karena keterbatasan lahan, fokus kini beralih pada peningkatan hasil per pohon, bukan perluasan lahan tanam.
Kesimpulannya, krisis dalam industri kopi Afrika membutuhkan solusi komprehensif. Perubahan sistem perdagangan yang tidak adil, peningkatan akses petani terhadap teknologi dan pasar, dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan menjadi kunci untuk menciptakan industri kopi yang adil dan berkelanjutan di Afrika. Koperasi dan peningkatan produktivitas merupakan langkah penting, tetapi reformasi struktural yang lebih luas sangat dibutuhkan untuk mengatasi ketidakseimbangan yang telah berlangsung lama.
Tinggalkan komentar