Program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp 335 triliun yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto untuk tahun depan menuai kontroversi. Anggaran fantastis ini diharapkan dapat memperbaiki berbagai permasalahan yang terjadi sepanjang tahun ini. Namun, implementasi program di lapangan masih jauh dari sempurna.
Salah satu kendala utama adalah kerjasama yang rumit antara Badan Gizi Nasional (BGN) dengan mitra dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Berbagai masalah muncul, mulai dari kerjasama yang berbelit hingga kasus makanan basi dan keracunan siswa.
Terbaru, polemik terjadi di Sulawesi Selatan. Puluhan mitra dapur SPPG diputus kontrak secara sepihak oleh BGN. Para pengusaha yang telah berinvestasi lebih dari Rp 1 miliar untuk membangun infrastruktur dapur kini menanggung kerugian besar. Kejadian ini memicu protes keras dari para pengusaha dan mahasiswa.
“Ini sangat merugikan sehingga akibat penghentian sepihak ini,” ungkap Rafli Tanda, koordinator lapangan aksi unjuk rasa yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Sulsel di depan Kantor DPRD Sulsel. Mereka menuntut pencopotan Direktur Kerjasama dan Mitra BGN serta Direktur Wilayah 9 BGN.
Rafli menduga kuat adanya persaingan tidak sehat dalam penentuan mitra MBG. Ia mencurigai proses seleksi hanya dilakukan melalui email tanpa verifikasi lapangan, dengan alasan kuota yang telah penuh. Banyak calon mitra yang gagal menjadi mitra dengan alasan yang sama. Sistem verifikasi yang serampangan juga menjadi sorotan.
“Ini sangat merugikan sehingga akibat penghentian sepihak ini,” kata Rafli. Ia menekankan bahwa kerugian ini tidak hanya dirasakan oleh para vendor, tetapi juga berdampak pada program MBG itu sendiri, yang bertujuan meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Ia mendesak agar DPRD Sulsel menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan menuntut keadilan dalam penentuan SPPG.
Ketua DPRD Sulsel, Andi Rachmatika Dewi, menerima pernyataan sikap dan aspirasi para pengunjuk rasa. Meskipun kewenangan BGN berada di pemerintah pusat, DPRD Sulsel akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait di Sulsel.
“Saya terima pernyataan sikap dan aspirasi dari teman-teman. Tentunya walaupun ini bukan menjadi kewenangan kami karena BGN merupakan badan otonom yang langsung vertikal ke Pemerintah pusat,” ujar Andi Rachmatika Dewi. Namun, kesulitan dalam berkoordinasi dengan BGN yang tidak memiliki perwakilan daerah menjadi kendala. RDP kemungkinan hanya akan melibatkan dinas-dinas terkait di Sulsel. Dewi berjanji akan menyampaikan tuntutan para mitra MBG langsung kepada BGN.
Peristiwa di Sulsel ini menjadi cerminan permasalahan yang lebih luas dalam program MBG. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan dan penentuan mitra sangat penting untuk memastikan keberhasilan program. Kegagalan dalam hal ini tidak hanya merugikan para pelaku usaha, tetapi juga menghambat pencapaian tujuan mulia program MBG untuk meningkatkan gizi anak Indonesia. Perlu adanya evaluasi menyeluruh dan perbaikan sistem untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang. Ketiadaan transparansi dan mekanisme pengawasan yang efektif membuat program yang berpotensi besar ini rawan disalahgunakan dan berujung pada kerugian besar bagi masyarakat. Pemerintah pusat perlu segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini dan memastikan program MBG berjalan sesuai dengan tujuannya.
Komentar