Menjadi lulusan Universitas Indonesia (UI), kampus bergengsi di Indonesia, bukan jaminan langsung mendapat pekerjaan. Meskipun reputasi UI mentereng, realitanya tak semua lulusannya langsung terserap di pasar kerja. Banyak faktor yang memengaruhi hal ini, mulai dari persaingan yang ketat hingga kesesuaian antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri.
Pradana Indraputra, staf khusus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, mengakui hal tersebut. Dalam sebuah podcast, ia menyatakan, “Enggak mudah intinya sih, enggak mudah juga.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun dari kampus ternama, proses pencarian kerja tetaplah menantang.
Meskipun demikian, angka pengangguran lulusan UI relatif lebih rendah dibandingkan angka nasional. Data yang beredar menunjukkan bahwa hanya sekitar 2 persen lulusan UI yang masih menganggur setelah wisuda (data Iluni UI 2021). Angka ini jauh lebih rendah daripada rata-rata nasional yang mencapai 5 persen pada tahun yang sama. Namun, perlu diingat bahwa angka 2 persen ini tetap mewakili jumlah individu yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan.
Data pemerintah juga mendukung hal ini. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat pada tahun 2025 terdapat 7,28 juta pengangguran di Indonesia, dengan 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan universitas (S1 ke atas). Laporan LPEM FEB UI juga menunjukkan tren peningkatan pengangguran terbuka lulusan D4 sampai S3, dari 9,43 persen pada Februari 2023 menjadi 13,89 persen pada Februari 2025. Angka-angka ini menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh para lulusan perguruan tinggi di Indonesia secara umum, termasuk lulusan UI.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Mencari Kerja bagi Lulusan UI
Mengapa lulusan UI, yang seharusnya memiliki keunggulan kompetitif, masih mengalami kesulitan mencari kerja? Beberapa faktor perlu dipertimbangkan. Salah satunya adalah kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan industri. Kurikulum perguruan tinggi perlu terus diperbarui agar relevan dengan perkembangan dunia kerja.
Selain itu, persaingan yang ketat juga menjadi faktor utama. Jumlah lulusan perguruan tinggi yang terus meningkat setiap tahun membuat persaingan dalam mendapatkan pekerjaan semakin sengit. Lulusan perlu memiliki keunggulan tambahan, seperti pengalaman kerja, keahlian khusus, atau jaringan yang luas, untuk dapat bersaing.
Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah tingkat kepercayaan diri dan kemampuan soft skills lulusan. Meskipun memiliki pengetahuan akademik yang mumpuni, kemampuan komunikasi, kerjasama tim, dan problem-solving yang baik juga sangat penting dalam dunia kerja. Banyak perusahaan lebih memilih kandidat dengan soft skills yang memadai meskipun latar belakang pendidikannya tidak sehebat lulusan UI.
Solusi untuk Mengatasi Masalah Pengangguran Lulusan Perguruan Tinggi
Untuk mengatasi permasalahan ini, kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia industri sangat penting. Perguruan tinggi perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri. Pemerintah perlu menciptakan program pelatihan dan pengembangan keterampilan yang relevan bagi lulusan.
Sementara itu, dunia industri perlu berperan aktif dalam memberikan kesempatan magang dan praktik kerja bagi mahasiswa, sehingga mereka memiliki pengalaman kerja sebelum memasuki pasar kerja. Membangun jaringan yang kuat antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia industri merupakan kunci untuk menciptakan lulusan yang siap kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Kesimpulannya, meskipun lulusan UI memiliki reputasi yang baik, mereka tetap menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan. Permasalahan ini bukan semata-mata terletak pada kualitas lulusan, tetapi juga pada kompleksitas pasar kerja dan kesiapan individu dalam menghadapi persaingan. Solusi yang komprehensif, yang melibatkan berbagai pihak, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan berkelanjutan.