Pemerintah Indonesia baru saja mengajukan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Nota keuangan ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada Jumat, 15 Agustus 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. RAPBN 2026 ini mendapat respon positif dari Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah.
Said Abdullah menilai RAPBN 2026 disusun dengan target yang moderat dan realistis, terutama dalam indikator asumsi ekonomi makro. Pemerintah dinilai telah berhasil menyusun angka-angka yang mencerminkan kondisi ekonomi terkini dan proyeksi ke depan. Hal ini menunjukkan sikap kehati-hatian pemerintah dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi global dan domestik.
“Pemerintah memilih target yang moderat dan realistis pada angka-angka RAPBN 2026,” ujar Said Abdullah kepada wartawan. Pernyataan ini menunjukkan optimisme Said terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
RAPBN 2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, dan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun sebesar 6,9 persen. Nilai tukar rupiah diproyeksikan sebesar Rp 16.500 per dolar AS. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) ditargetkan sebesar 70 dolar AS per barel.
Lifting minyak bumi ditargetkan mencapai 610 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi sebesar 984 ribu barel setara minyak per hari. Target-target ini merupakan hasil kesepakatan antara Banggar DPR dan pemerintah, yang telah melalui proses pembahasan yang intensif. Angka-angka ini dipilih sebagai titik tengah dari batas bawah dan atas yang telah disepakati.
Angka-angka dalam RAPBN 2026 mencerminkan upaya pemerintah untuk mengambil langkah yang seimbang di tengah berbagai tantangan, seperti dampak tarif dari kebijakan ekonomi negara lain, konflik geopolitik, penurunan daya beli masyarakat, dan peningkatan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor manufaktur. Pemerintah berusaha untuk tetap realistis dalam menghadapi situasi tersebut.
Dari sisi postur APBN 2026, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 3.147,7 triliun. Angka ini merupakan batas atas dari pembahasan awal di Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF). Sementara itu, belanja negara ditetapkan sebesar Rp 3.786,5 triliun, yang berada di posisi moderat.
Dengan demikian, defisit RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 638,8 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2025, menunjukkan upaya pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran. Meskipun demikian, hal ini tetap perlu diwaspadai untuk menghindari potensi permasalahan di kemudian hari.
Said Abdullah mendukung target pendapatan negara yang tinggi, namun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam kebijakan perpajakan. Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di banyak daerah, misalnya, perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak memberatkan masyarakat.
“Pemerintah hendaknya hati-hati dan menimbang ulang jika akan memperluas atau menaikkan tarif pajak demi mengejar target pendapatan,” tegas Said Abdullah. Pernyataan ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara target pendapatan negara dan daya beli masyarakat.
Pemerintah menetapkan belanja pusat dalam RAPBN 2026 mencapai Rp 3.136,5 triliun, naik Rp 435,1 triliun dari APBN 2025. Namun, transfer ke daerah dan desa justru turun menjadi Rp 650 triliun dari Rp 919,9 triliun di tahun 2025. Pergeseran porsi belanja ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan efektivitas dan pemerataan pembangunan.
“Belanja pusat dalam RAPBN 2026 mencapai Rp 3.136,5 triliun, naik Rp 435,1 triliun dari APBN 2025, sedangkan transfer ke daerah dan desa turun menjadi Rp650 triliun dari Rp 919,9 triliun tahun ini,” pungkas Said Abdullah. Pernyataan ini memberikan gambaran alokasi anggaran yang lebih terpusat di pemerintahan pusat. Implikasi dari pergeseran ini perlu dikaji lebih dalam. Apakah hal ini akan berdampak pada pemerataan pembangunan di daerah? Hal ini perlu menjadi perhatian khusus.
Komentar