Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Mabar Kriminal
Mabar Kriminal
Teknologi

ByteDance Kena Denda Fantastis 9,8 Triliun Rupiah Kasus Privasi Eropa

Avatar of Mais Nurdin
1
×

ByteDance Kena Denda Fantastis 9,8 Triliun Rupiah Kasus Privasi Eropa

Sebarkan artikel ini
ByteDance Kena Denda Fantastis 98 Triliun Rupiah Kasus Privasi Eropa

Otoritas Perlindungan Data Irlandia (DPC) baru-baru ini menjatuhkan denda fantastis kepada ByteDance, perusahaan induk TikTok, sebesar 530 juta euro (sekitar Rp9,8 triliun). Denda ini merupakan yang ketiga terbesar dalam sejarah penegakan GDPR (General Data Protection Regulation) Uni Eropa, menunjukkan keseriusan pelanggaran yang dilakukan TikTok.

Keputusan ini menyusul penyelidikan selama empat tahun yang dilakukan DPC. Penyelidikan tersebut menemukan bukti kuat bahwa TikTok secara ilegal mentransfer data pengguna dari Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) ke China tanpa perlindungan yang memadai terhadap pengawasan pemerintah Tiongkok. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip GDPR, khususnya terkait privasi dan keamanan data.

SCROLL KEBAWAH UNTUK MEMBACA
IKLAN%20PT.%20PENA%20DATA%20MEDIA
Advertisment

Rincian Sanksi dan Pelanggaran TikTok

Denda sebesar 530 juta euro dibagi menjadi dua bagian utama. Sebesar 45 juta euro dijatuhkan karena pelanggaran transparansi, yaitu kegagalan TikTok untuk memberikan informasi yang jelas dan komprehensif kepada pengguna tentang bagaimana data mereka dikumpulkan, digunakan, dan dibagikan. Sementara itu, denda yang jauh lebih besar, 485 juta euro, diberikan karena praktik transfer data ilegal ke China.

DPC menemukan bahwa TikTok tidak memiliki mekanisme yang cukup untuk melindungi data pengguna dari akses dan pengawasan yang tidak sah dari pemerintah China. Meskipun TikTok mengklaim telah menghapus data tersebut, DPC tetap menganggap tindakan ini sebagai pelanggaran serius dan berpotensi melanjutkan penyelidikan bersama otoritas perlindungan data UE lainnya.

Implikasi Global dan Reaksi TikTok

Putusan ini memiliki implikasi global yang signifikan, menunjukkan peningkatan pengawasan terhadap perusahaan teknologi besar yang beroperasi di Eropa dan memproses data pengguna secara global. Keputusan ini juga menjadi sorotan bagi praktik transfer data lintas batas, khususnya bagi perusahaan yang beroperasi di negara-negara dengan regulasi privasi data yang berbeda.

TikTok sendiri menolak putusan tersebut dan berencana mengajukan banding. Mereka berargumen bahwa proyek perlindungan data terbaru mereka, Project Clover, belum sepenuhnya dipertimbangkan dalam keputusan DPC. Namun, argumen ini kemungkinan besar akan menghadapi tantangan mengingat bukti kuat yang telah dikumpulkan oleh DPC selama penyelidikan bertahun-tahun.

Dampak dan Isu Terkait

Denda ini bukanlah yang pertama kali diterima TikTok. Pada tahun 2023, TikTok juga dikenai denda sebesar Rp6 triliun karena kegagalan melindungi data pengguna remaja. Selain itu, investigasi terhadap TikTok masih berlanjut terkait isu lain yang cukup serius, seperti intervensi asing, algoritma adiktif yang dirancang untuk membuat pengguna kecanduan, dan peluncuran TikTok Lite tanpa kajian risiko yang memadai.

Isu-isu ini menyoroti tantangan yang dihadapi regulator dalam mengawasi platform media sosial besar seperti TikTok. Kompleksitas algoritma, akses data yang luas, dan potensi penyalahgunaan data merupakan beberapa tantangan utama yang memerlukan strategi pengawasan yang lebih efektif dan kolaboratif di tingkat internasional.

Langkah-langkah Selanjutnya dan Pertimbangan Hukum

Proses banding yang akan diajukan TikTok akan menjadi titik fokus berikutnya. Hasil banding ini akan memiliki implikasi penting bagi perusahaan teknologi lainnya yang beroperasi di Eropa dan memproses data pengguna secara global. Perusahaan-perusahaan tersebut harus memperhatikan putusan ini sebagai pengingat penting untuk mematuhi GDPR dan memastikan perlindungan data pengguna.

Selain itu, kerja sama internasional dalam mengawasi perusahaan teknologi global menjadi semakin penting. Penting untuk membangun kerangka kerja hukum yang kuat dan efektif untuk memastikan perlindungan data pribadi di era digital ini, terlepas dari lokasi penyimpanan atau pemrosesan data tersebut.

Secara keseluruhan, kasus TikTok ini menandai tonggak penting dalam penegakan GDPR dan menunjukkan komitmen Uni Eropa untuk melindungi privasi data warganya. Kasus ini juga menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dari perusahaan teknologi besar dalam pengelolaan data pengguna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Penadata.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Va9zUSzF6sn6FmtJPc1m. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *