Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, memberikan pernyataan resmi terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia menekankan penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Fajar menjelaskan bahwa proyek pengadaan laptop Chromebook tersebut telah dihentikan sejak era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Kemendikdasmen kini tengah fokus pada program-program lain untuk perbaikan dan percepatan transformasi pendidikan di Indonesia.
Kejagung telah memeriksa sekitar 28 saksi dalam kasus ini, termasuk dua staf khusus Nadiem Makarim saat menjabat sebagai menteri, yaitu Jurist Tan dan Fiona Handayani. Rumah kedua staf khusus tersebut telah digeledah, dan sejumlah barang bukti disita, antara lain laptop, telepon seluler, dan dokumen penting.
Dugaan Pemufakatan Jahat dan Ketidakefektifan Chromebook
Penyidik menduga adanya pemufakatan jahat dalam pengadaan laptop Chromebook ini. Hasil uji coba 1.000 unit laptop serupa pada tahun 2018-2019 menunjukkan hasil yang kurang efektif, terutama karena belum meratanya jaringan internet di seluruh Indonesia. Hal ini membuat penggunaan Chromebook di daerah-daerah menjadi kurang optimal untuk menunjang proses pembelajaran.
Tim teknis saat itu merekomendasikan penggantian laptop Chromebook dengan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi tersebut diabaikan, dan justru dilakukan kajian baru yang menghasilkan rekomendasi untuk tetap menggunakan Chromebook, bertentangan dengan rekomendasi awal.
Analisis Lebih Dalam Mengenai Ketidaksesuaian
Perlu diteliti lebih lanjut mengapa rekomendasi tim teknis diabaikan. Apakah ada tekanan dari pihak tertentu untuk tetap menggunakan Chromebook? Apakah ada keuntungan finansial yang didapat dari pengadaan Chromebook tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab untuk mengungkap secara tuntas kasus dugaan korupsi ini.
Kegagalan implementasi program digitalisasi pendidikan ini menimbulkan kerugian bagi negara. Selain kerugian materiil berupa dana negara yang terbuang sia-sia, juga kerugian imateriil berupa terhambatnya proses transformasi pendidikan di Indonesia.
Langkah Kejagung ke Depan
Kejagung masih terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan akan memeriksa Nadiem Makarim sebagai mantan menteri dan pengambil keputusan pada saat itu. Proses hukum akan terus berjalan hingga terungkapnya seluruh fakta dan aktor yang terlibat.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pemerintahan. Mekanisme pengawasan yang ketat perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan penggunaan anggaran negara secara efektif dan efisien.
Selain itu, perlu evaluasi menyeluruh terhadap program digitalisasi pendidikan untuk memastikan kesesuaian teknologi dengan kondisi infrastruktur dan kebutuhan riil di lapangan. Jangan sampai teknologi canggih justru menjadi sia-sia karena kurangnya perencanaan yang matang dan pengawasan yang lemah.
Kejadian ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan Kemendikbudristek. Penting untuk memastikan bahwa setiap individu yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa memiliki integritas dan pemahaman yang baik tentang aturan dan regulasi yang berlaku.
Tinggalkan komentar