Jan Hwa Diana, pemilik CV Sentoso Seal (CV SS) di Surabaya, menjadi sorotan publik karena berbagai kasus yang menjeratnya. Selain dugaan penahanan ijazah mantan karyawan, ia terlibat konflik dengan pejabat pemerintahan dan kasus perusakan kendaraan.
Kasus bermula dari laporan Nila Handiani, mantan karyawan CV SS, yang mengaku ijazahnya masih ditahan perusahaan meskipun telah berhenti bekerja. Ia melaporkan hal ini ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak pada 14 April 2025. Kejadian ini mendorong 31 mantan karyawan lain untuk melaporkan kasus serupa secara kolektif pada 17 April 2025.
Para mantan karyawan melaporkan tidak hanya ijazah mereka yang ditahan, tetapi juga adanya penitipan uang jaminan sebesar Rp 2 juta sebagai syarat untuk mendapatkan kembali dokumen pendidikan tersebut. Praktik ini tentu menimbulkan keresahan dan menimbulkan kecurigaan tentang tindakan tidak etis di dalam perusahaan tersebut.
Konflik dengan Pejabat Pemerintah
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, turut terseret dalam kasus ini. Ia melakukan inspeksi ke gudang CV SS pada 9 April 2025, namun mendapat respon negatif dan bahkan dituduh sebagai penipu oleh pihak perusahaan. Sebagai reaksi atas tuduhan tersebut, Armuji menyatakan akan menempuh jalur hukum.
Sebagai balasan, Diana melaporkan Armuji ke Polda Jatim dengan tuduhan pelanggaran UU ITE. Konflik terbuka antara keduanya semakin memperkeruh situasi dan menjadi konsumsi publik. Pemerintah Kota Surabaya kemudian menyegel gudang CV SS pada 6 Mei 2025 karena perusahaan dinilai belum memiliki NIB dan TDG.
Diana membantah hal tersebut dan mengajukan keberatan atas penyegelan tersebut ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Ia mengklaim telah mengurus izin sejak 30 April 2025, namun hingga 8 Mei 2025 izin tersebut belum juga diterbitkan. Ia mendesak agar segel gudang dicabut.
Kasus Perusakan Kendaraan dan Penetapan Tersangka
Kasus yang menjerat Diana semakin rumit dengan laporan dari seorang kontraktor, Paul Stephnus, terkait dugaan perusakan mobil. Kerja sama pembangunan kanopi antara Diana dan Paul mengalami masalah yang berujung pada laporan polisi. Pada 9 Mei 2025, Diana dan suaminya, Handy Sunaryo, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Mereka terlihat mengenakan rompi tahanan di Mapolrestabes Surabaya. Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKP Rahmad Aji Prabowo, menjelaskan motif perusakan mobil tersebut berawal dari masalah dalam kerja sama pembangunan kanopi. Kasus ini menunjukkan adanya rangkaian permasalahan yang melibatkan berbagai pihak.
Puncaknya, pada 22 Mei 2025, Polda Jawa Timur menetapkan Jan Hwa Diana sebagai tersangka atas dugaan menyembunyikan puluhan ijazah milik mantan karyawannya. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jatim, AKBP Suryono, mengumumkan penetapan tersangka tersebut secara resmi dalam jumpa pers.
Analisis dan Implikasi Kasus
Kasus ini menyoroti pentingnya kepatuhan hukum bagi perusahaan, khususnya dalam hal perizinan dan pengelolaan hubungan kerja dengan karyawan. Penahanan ijazah merupakan tindakan yang tidak etis dan melanggar hak karyawan. Konflik dengan pejabat pemerintahan juga menunjukkan kompleksitas masalah yang terjadi.
Kasus ini juga menjadi pembelajaran tentang pentingnya menyelesaikan konflik secara damai dan hukum, bukan melalui tindakan yang dapat berujung pada pelanggaran hukum. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap seluruh detail kasus dan memastikan keadilan dijalankan. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi perusahaan lain untuk memperhatikan hak-hak karyawan dan mematuhi seluruh peraturan perundangan yang berlaku.
Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dari instansi terkait untuk mencegah terjadinya praktik-praktik serupa di masa depan. Kesadaran akan pentingnya etika bisnis dan kepatuhan hukum merupakan kunci untuk menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan berkelanjutan.