Kematian Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kementerian Luar Negeri berusia 39 tahun, telah mengejutkan banyak pihak dan memicu diskusi publik yang luas. Investigasi terkait kematiannya mengungkap kemungkinan adanya faktor psikologis yang berperan, yaitu burnout. Kondisi ini, seperti yang dijelaskan oleh Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), diduga sebagai penyebab utama dari tragedi ini.
Apsifor, melalui Ketua Umumnya Nathanael E. J. Sumampouw, menggambarkan Arya sebagai individu yang positif, bertanggung jawab, dan sangat diandalkan. Namun, beban kerja dan tekanan yang dialaminya secara mendalam diduga telah memicu burnout. Tekanan ini bukan hanya sekedar beban kerja, tetapi juga berdampak pada bagaimana Arya memandang dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya, dan masa depannya.
“Tekanan dihayati secara mendalam sehingga mempengaruhi bagaimana almarhum memandang dirinya, memandang lingkungan, bagaimana almarhum memandang lingkungan, memandang masa depan,” ungkap Nathanael dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025). Pernyataan ini menekankan betapa mendalamnya dampak tekanan yang dialami Arya hingga berujung pada kondisi burnout.
Lebih lanjut, Nathanael menjelaskan bahwa burnout ini memicu kelelahan ekstrem, baik secara fisik maupun mental. Kondisi ini juga disertai dengan “kelelahan kepedulian,” menunjukkan hilangnya motivasi dan semangat untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa burnout bukanlah sekadar kelelahan biasa, melainkan kondisi yang kompleks dan berbahaya.
Burnout bukanlah sekadar rasa lelah biasa yang bisa hilang setelah istirahat cukup. Ini adalah kondisi kelelahan ekstrem yang melibatkan aspek fisik, emosional, dan mental. Kondisi ini diakibatkan oleh stres kronis dan tidak terkelola yang seringkali terkait dengan pekerjaan atau tuntutan peran dalam kehidupan seseorang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengklasifikasikan burnout sebagai sindrom akibat stres kerja berkepanjangan, bukan sebuah penyakit.
Secara sederhana, seseorang yang mengalami burnout merasa terkuras habis, kehilangan motivasi, dan memandang pekerjaannya atau tanggung jawabnya secara negatif. Mereka merasa “habis terbakar,” tidak mampu berfungsi secara optimal, dan kehilangan kemampuan untuk menikmati hal-hal yang biasanya mereka sukai. Perbedaan utama dengan stres biasa terletak pada durasi dan intensitasnya; stres bisa datang dan pergi, sementara burnout adalah akumulasi tekanan yang berkelanjutan dalam waktu yang lama.
Gejala burnout sering kali muncul secara bertahap dan bervariasi pada setiap individu. Namun, umumnya terdapat tiga dimensi utama yang perlu diperhatikan: