Arya Daru Ungkap Burnout: Kelelahan Mental & Emosional yang Tak Boleh Diremehkan

oleh -67 Dilihat

Kematian Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kementerian Luar Negeri berusia 39 tahun, telah mengejutkan banyak pihak dan memicu diskusi publik yang luas. Investigasi terkait kematiannya mengungkap kemungkinan adanya faktor psikologis yang berperan, yaitu burnout. Kondisi ini, seperti yang dijelaskan oleh Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), diduga sebagai penyebab utama dari tragedi ini.

Apsifor, melalui Ketua Umumnya Nathanael E. J. Sumampouw, menggambarkan Arya sebagai individu yang positif, bertanggung jawab, dan sangat diandalkan. Namun, beban kerja dan tekanan yang dialaminya secara mendalam diduga telah memicu burnout. Tekanan ini bukan hanya sekedar beban kerja, tetapi juga berdampak pada bagaimana Arya memandang dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya, dan masa depannya.

“Tekanan dihayati secara mendalam sehingga mempengaruhi bagaimana almarhum memandang dirinya, memandang lingkungan, bagaimana almarhum memandang lingkungan, memandang masa depan,” ungkap Nathanael dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025). Pernyataan ini menekankan betapa mendalamnya dampak tekanan yang dialami Arya hingga berujung pada kondisi burnout.

Lebih lanjut, Nathanael menjelaskan bahwa burnout ini memicu kelelahan ekstrem, baik secara fisik maupun mental. Kondisi ini juga disertai dengan “kelelahan kepedulian,” menunjukkan hilangnya motivasi dan semangat untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa burnout bukanlah sekadar kelelahan biasa, melainkan kondisi yang kompleks dan berbahaya.

Memahami Burnout: Lebih dari Sekadar Kelelahan

Burnout bukanlah sekadar rasa lelah biasa yang bisa hilang setelah istirahat cukup. Ini adalah kondisi kelelahan ekstrem yang melibatkan aspek fisik, emosional, dan mental. Kondisi ini diakibatkan oleh stres kronis dan tidak terkelola yang seringkali terkait dengan pekerjaan atau tuntutan peran dalam kehidupan seseorang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengklasifikasikan burnout sebagai sindrom akibat stres kerja berkepanjangan, bukan sebuah penyakit.

Secara sederhana, seseorang yang mengalami burnout merasa terkuras habis, kehilangan motivasi, dan memandang pekerjaannya atau tanggung jawabnya secara negatif. Mereka merasa “habis terbakar,” tidak mampu berfungsi secara optimal, dan kehilangan kemampuan untuk menikmati hal-hal yang biasanya mereka sukai. Perbedaan utama dengan stres biasa terletak pada durasi dan intensitasnya; stres bisa datang dan pergi, sementara burnout adalah akumulasi tekanan yang berkelanjutan dalam waktu yang lama.

Mengenali Gejala Burnout: Waspadai Tanda-Tanda Awal

Gejala burnout sering kali muncul secara bertahap dan bervariasi pada setiap individu. Namun, umumnya terdapat tiga dimensi utama yang perlu diperhatikan:

Kelelahan Ekstrem (Exhaustion)

Ciri utamanya adalah rasa lelah yang sangat intens, baik fisik maupun emosional, yang tidak hilang meskipun telah beristirahat. Seseorang mungkin merasa tak berdaya, bahkan untuk bangun dari tempat tidur. Ini adalah tanda bahwa tubuh dan pikiran sudah benar-benar kelelahan.

Perasaan Sinis dan Menarik Diri (Cynicism/Alienation)

Kondisi ini ditandai dengan munculnya perasaan negatif, sinis, atau frustrasi terhadap pekerjaan, rekan kerja, atau bahkan terhadap kehidupan secara umum. Penderita cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan merasa terasing.

Penurunan Kinerja dan Rasa Tidak Kompeten (Reduced Professional Efficacy)

Produktivitas menurun drastis, disertai dengan keraguan akan kemampuan diri sendiri dan kesulitan berkonsentrasi. Tugas-tugas yang biasanya mudah dikerjakan menjadi terasa sulit, dan muncul perasaan gagal atau tidak kompeten.

Selain tiga gejala utama di atas, burnout juga seringkali disertai gejala fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, nyeri otot, dan gangguan tidur. Kondisi ini juga dapat menurunkan imunitas tubuh, membuat penderitanya lebih rentan terhadap penyakit.

Penting untuk diingat bahwa jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan gejala-gejala di atas, segera cari bantuan profesional. Konsultasi dengan psikolog atau dokter dapat membantu dalam mendiagnosis dan mengelola burnout, mencegah kondisi ini memburuk dan berujung pada konsekuensi yang lebih serius. Mengatasi burnout membutuhkan langkah yang komprehensif, meliputi perubahan gaya hidup, manajemen stres, terapi, dan dukungan sosial.

Kasus Arya Daru menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk memperhatikan kesejahteraan mental, baik diri sendiri maupun orang-orang di sekitar kita. Mencegah burnout lebih baik daripada mengobatinya. Prioritaskan kesehatan mental dan jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Tentang Penulis: Mais Nurdin

Mais Nurdin, yang dikenal sebagai Bung Mais, adalah seorang SEO Specialis dan praktisi teknologi pendidikan di Indonesia. Ia aktif menyediakan sumber daya pendidikan melalui platform digital BungMais.com. Selain itu, Bung Mais juga memiliki kanal YouTube yang berfokus pada tutorial seputar Blogspot, WordPress, Google AdSense, YouTube, SEO, HTML, dan bisnis online. Melalui kanal ini, ia berbagi tips dan trik untuk membantu blogger pemula dan pelaku bisnis digital mengembangkan keterampilan mereka. Dengan pengalaman luas di bidang pendidikan dan literasi digital, Bung Mais berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia melalui pemanfaatan teknologi dan penyediaan materi pembelajaran yang mudah diakses.