Kontroversi ChatGPT: Hinaan Terselubung pada Studio Ghibli?

Mais Nurdin

17 Mei 2025

3
Min Read
Kontroversi ChatGPT: Hinaan Terselubung pada Studio Ghibli?

Baru-baru ini, fitur generator gambar terbaru di platform ChatGPT-4 memungkinkan pengguna menciptakan gambar bergaya Studio Ghibli. Fitur ini langsung menjadi tren di media , dengan berbagai kreasi unik bermunculan.

Pengguna memanfaatkan fitur ini untuk mengubah foto diri, hewan peliharaan, bahkan tokoh menjadi animasi khas Studio Ghibli. Namun, tren ini menimbulkan .

Hayao Miyazaki terhadap AI dalam Seni

Hayao Miyazaki, salah satu pendiri Studio Ghibli, dikenal sebagai sosok yang sangat kritis terhadap penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam seni. Ia berpendapat bahwa AI, meskipun mampu meniru gaya visual, tidak dapat menangkap esensi emosi yang merupakan inti dari karya seni.

Miyazaki menekankan bahwa seni bukan hanya sekadar visual yang indah, tetapi juga refleksi perasaan dan pengalaman . Baginya, penerapan AI dalam seni merupakan penghinaan terhadap kehidupan dan seni itu sendiri. Pernyataan tegas ini disampaikannya pada Jumat, 4 April .

Sikap keras Miyazaki terhadap AI bukan hal baru. Pada tahun 2016, ia bahkan merasa terganggu saat melihat presentasi animasi hasil algoritma AI yang menurutnya tidak memahami nilai kehidupan dan seni. Animasi tersebut dianggapnya “menyedihkan”.

Lebih dari sekadar Imitasi

Bagi Miyazaki, permasalahan AI dalam seni bukan hanya soal teknis replikasi. Ini menyangkut esensi kreativitas , proses penuangan jiwa dan emosi ke dalam setiap karya. AI, menurutnya, hanya mampu meniru bentuk, bukan jiwa.

Kemampuan AI untuk menghasilkan gambar yang mirip dengan gaya Studio Ghibli tidak serta merta menghilangkan nilai seni asli. Karya-karya Miyazaki dan Studio Ghibli dibangun melalui dedikasi, pengalaman, dan visi artistik yang tak tergantikan oleh algoritma.

Perdebatan Hak Cipta dan Masa Depan Seni

Tren gambar bergaya Ghibli yang dihasilkan AI juga memicu perdebatan tentang hak cipta. Di , memang dibolehkan penggunaan karya seni untuk melatih AI, namun jika hasil akhirnya terlalu mirip dengan karya asli, hal tersebut bisa dianggap pelanggaran hak cipta.

Namun, bagi Miyazaki, isu ini melampaui aspek hukum. Ia khawatir AI akan menggerus nilai seni itu sendiri. Ia percaya bahwa kreativitas manusia, dengan seluruh kompleksitas emosi dan pengalamannya, tidak akan pernah bisa digantikan oleh , betapapun canggihnya.

Implikasi Lebih Luas

Perdebatan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang masa depan seni dan peran di dalamnya. Bagaimana kita dapat menghargai kreativitas manusia di tengah kemajuan yang pesat? Bagaimana kita dapat memastikan bahwa penggunaan AI tidak merugikan seniman dan karya seni asli?

Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan diskusi yang lebih luas, melibatkan seniman, ahli hukum, pengembang teknologi, dan masyarakat umum. Tujuannya adalah untuk menemukan keseimbangan antara teknologi dan pelestarian nilai seni manusia.

Ke depan, perlu adanya regulasi yang lebih jelas dan komprehensif terkait penggunaan AI dalam seni untuk melindungi hak cipta dan menghargai kreativitas manusia. Hal ini penting agar teknologi AI tidak mengorbankan esensi dan jiwa dari karya seni itu sendiri.

Tinggalkan komentar

Related Post