Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkapkan sejumlah faktor yang menyebabkan kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Kasus-kasus ini terjadi di beberapa wilayah, termasuk Cianjur, Bogor, Tasikmalaya, Batang, dan Sumatera Selatan. Penanganan kasus ini menjadi prioritas utama BGN untuk memastikan keamanan pangan bagi anak-anak sekolah.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan beberapa penyebab utama. Salah satu faktor signifikan adalah kualitas bahan baku yang kurang memadai. Bahan baku yang tidak layak konsumsi ditemukan dalam beberapa kasus. Untuk mengatasi masalah ini, BGN meningkatkan pengawasan mutu bahan baku dengan menekankan pada kesegaran dan seleksi yang lebih ketat. Pemilihan pemasok juga menjadi fokus utama.
Faktor lain yang berkontribusi adalah durasi pengolahan makanan yang terlalu lama. Kasus di Sukoharjo, Pali (Sumatera Selatan), Bandung, dan Tasikmalaya menunjukkan korelasi antara waktu pengolahan yang panjang dan kejadian keracunan. BGN kini menginstruksikan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mempersingkat waktu memasak dan mempersiapkan makanan dengan lebih efisien.
Protokol Keamanan dan Pengantaran Makanan
Protokol keamanan dalam proses pengantaran makanan dari SPPG ke sekolah kini diperketat. Waktu konsumsi setelah makanan diterima juga menjadi perhatian khusus. Keterlambatan konsumsi, seperti yang terjadi di Batang, berisiko menyebabkan keracunan. Oleh karena itu, pengaturan waktu distribusi dan konsumsi makanan harus lebih terkontrol.
Uji organoleptik, yang menilai tampilan, aroma, rasa, dan tekstur makanan, juga diperketat. Makanan dengan perubahan rasa atau tekstur akan langsung diganti. Ini merupakan langkah penting untuk menjamin kualitas dan keamanan makanan yang disajikan.
Menariknya, beberapa kasus keracunan justru terjadi di SPPG yang sudah beroperasi selama 3-4 bulan. Ini menunjukkan pentingnya pelatihan berkelanjutan. BGN kini melakukan pelatihan ulang setiap dua bulan sekali untuk para penjamah makanan. Pelatihan ini melibatkan Dinas Kesehatan, ahli lingkungan, dan pakar makanan dan minuman.
Langkah-langkah Pencegahan BGN
BGN telah mengembangkan berbagai upaya pencegahan. Standar baru dan sertifikasi untuk SPPG sedang diterapkan. Setiap minggu, menu makanan disusun oleh ahli gizi di masing-masing SPPG untuk memastikan variasi gizi dan keamanan pangan.
Pemeriksaan bahan baku dilakukan secara berkala setiap bulan oleh Dinas Ketahanan Pangan. Standar dapur SPPG juga ditingkatkan, termasuk penggunaan alat masak yang lebih higienis. Dapur dirancang lebih higienis, beberapa bahkan menggunakan lantai epoksi tanpa sekat untuk memudahkan pembersihan. Alat-alat masak berbasis stainless steel juga diterapkan.
Konsep semi-industri diterapkan pada SPPG. Mitra katering diminta menyesuaikan fasilitasnya dengan standar baru, termasuk penyimpanan basah dan kering yang terpisah. Penggunaan talenan dan pisau juga dipisahkan untuk mencegah kontaminasi silang antara daging dan sayur.
Sertifikasi SPPG dan Implementasi HACCP
BGN sedang menyusun sistem sertifikasi untuk SPPG, yang mencakup aspek kebersihan dan penerapan standar keamanan pangan seperti HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points). Target implementasi sertifikasi ini adalah bulan Juli. Sertifikasi ini akan menilai kelayakan SPPG dan memberikan akreditasi berdasarkan tingkat kepatuhan terhadap standar keamanan pangan.
Sistem sertifikasi ini akan memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa SPPG telah memenuhi standar keamanan pangan yang ketat. Dengan demikian, diharapkan kasus keracunan dalam program MBG dapat diminimalisir. Program ini penting untuk memastikan anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup dan terhindar dari risiko kesehatan.
Selain langkah-langkah di atas, penting juga untuk melibatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam mengawasi kualitas makanan yang diberikan dalam program MBG. Komunikasi dan transparansi antara BGN, sekolah, dan orang tua perlu ditingkatkan untuk memastikan keberhasilan program dan keamanan pangan anak-anak.
Tinggalkan komentar