Penggunaan musik di kafe dan restoran Indonesia kini menjadi sorotan setelah penegakan Undang-Undang Hak Cipta diperketat. Banyak pemilik usaha kuliner kini harus memahami kewajiban pembayaran royalti musik. Aturan ini diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) HKI.02/2016.
Tarif royalti ditentukan per kursi per tahun. Besarannya terbagi menjadi royalti pencipta dan royalti hak terkait. Untuk lebih jelasnya, berikut rinciannya.
Royalti Pencipta ditetapkan sebesar Rp60.000 per kursi per tahun. Sementara, Royalti Hak Terkait juga sebesar Rp60.000 per kursi per tahun. Total biaya royalti yang harus dibayarkan adalah Rp120.000 per kursi per tahun. Besaran ini berlaku untuk semua jenis penggunaan musik, termasuk pemutaran melalui speaker, pertunjukan live music, dan pemutaran rekaman digital.
Pembayaran royalti merupakan bentuk perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik. Setiap usaha yang memutar musik di ruang publik wajib membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu dan pemilik hak terkait. Pembayaran dilakukan minimal sekali setahun dan dapat diurus secara daring melalui situs resmi LMKN. Penggunaan musik dari platform streaming seperti YouTube atau Spotify juga memerlukan izin resmi karena dianggap sebagai bagian daya tarik usaha.
Banyak pemilik kafe dan restoran merasa terbebani dengan biaya royalti ini. Beberapa bahkan memilih untuk tidak memutar musik sama sekali atau beralih ke suara alam. Namun, perlu digarisbawahi bahwa “Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa rekaman suara apapun, termasuk suara burung, gemericik air, atau suara alam lainnya, tetap dilindungi hak terkait dan dikenai kewajiban royalti.”
Meskipun demikian, pemerintah memberikan keringanan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Terdapat tarif ringan, bahkan pembebasan royalti, tergantung skala dan jenis usaha. Ini merupakan bentuk dukungan pemerintah agar UMKM tetap berkembang tanpa mengabaikan hak cipta.
Lebih lanjut, perlu dipahami bahwa besaran royalti dapat bervariasi tergantung beberapa faktor. Misalnya, luas area tempat usaha, jumlah kursi, dan jenis musik yang diputar. Konsultasi dengan LMKN sangat dianjurkan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan akurat terkait kewajiban royalti di tempat usaha masing-masing.
Selain itu, penting untuk memperhatikan legalitas sumber musik yang digunakan. Penggunaan musik tanpa izin dari pemegang hak cipta dapat berakibat pada sanksi hukum. Oleh karena itu, pemilik usaha kuliner disarankan untuk selalu memastikan legalitas musik yang mereka putar di tempat usahanya.
Kesimpulannya, kepatuhan terhadap aturan royalti musik penting untuk menghormati hak cipta dan mendukung industri kreatif Indonesia. Meskipun ada tantangan, terutama bagi UMKM, pemerintah telah memberikan dukungan berupa keringanan biaya untuk membantu mereka tetap menjalankan usaha. Pentingnya komunikasi dan konsultasi dengan LMKN sangatlah diperlukan agar pemilik usaha dapat memahami aturan dan memenuhi kewajibannya dengan benar.