Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan kesuksesan konten media sosialnya di Instagram dan YouTube. Konten-konten tersebut meraih banyak penonton dan mendapat sambutan positif dari publik. Ia membandingkan hal ini dengan konten yang dibuat oleh politikus lain.
Dedi Mulyadi menyoroti penggunaan Dinas Informasi dan Komunikasi oleh beberapa politikus lain dalam pembuatan konten mereka. Ia mempertanyakan efektivitas strategi tersebut jika konten yang dihasilkan tidak menarik banyak penonton.
“Yang menjadi problem adalah bahwa konten yang saya sajikan ditonton orang dan disukai. Semua konten mereka (politikus) menggunakan Dinas Informasi Komunikasinya,” ungkap Dedi Mulyadi dalam podcast Close The Door bersama Deddy Corbuzier.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan konten tidak semata-mata bergantung pada sumber daya yang digunakan, tetapi juga pada kualitas konten itu sendiri. Ia meminta agar kritik terhadap kontennya diimbangi dengan evaluasi terhadap strategi komunikasi yang dijalankan oleh pihak lain.
“Kalau nggak ada yang nonton jangan marah ke saya dong. Marahin tuh Dinas Informasi Komunikasinya. Kenapa kontennya tidak ada yang nonton?,” tegasnya.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ia tidak pernah melibatkan Dinas Informasi dan Komunikasi dalam pembuatan kontennya. Ia merasa bahwa media sosial sudah cukup efektif untuk menjangkau masyarakat dan menyampaikan gagasannya.
Ia juga menyebutkan bahwa media mainstream sering kali turut membantu menyebarkan kontennya, sehingga membuatnya viral. Hal ini menunjukkan sinergi positif antara media sosial dan media massa tradisional.
“Ya Alhamdulillah kita dibantu. Ada yang bantu, ada yang menjerumuskan. Tapi yang menjerumuskan juga kan yang nontonnya tetap banyak, yang komennya banyak positifnya,” tambahnya.
Penggunaan media sosial oleh para pejabat publik memang menjadi tren yang semakin berkembang. Hal ini membuka peluang bagi para pemimpin untuk berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat, mengungkapkan visi dan misi, serta menanggapi aspirasi publik secara lebih cepat. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada pemahaman akan kebutuhan audiens dan kreativitas dalam menyajikan konten yang menarik dan informatif.
Keberhasilan Dedi Mulyadi dalam hal ini menunjukkan bahwa keaslian, keterhubungan dengan masyarakat, dan kualitas konten menjadi kunci utama. Strategi komunikasi yang efektif tidak hanya bergantung pada sumber daya yang tersedia, tetapi juga pada pemahaman akan kebutuhan audiens serta kemampuan untuk beradaptasi dengan platform yang digunakan.
Selain itu, peran media mainstream juga patut diperhatikan. Sinergi antara media sosial dan media massa tradisional dapat meningkatkan jangkauan dan dampak dari pesan yang disampaikan. Namun, penting untuk memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan tetap akurat dan bertanggung jawab.
Kesimpulannya, pernyataan Dedi Mulyadi ini memicu diskusi penting mengenai strategi komunikasi publik di era digital. Keberhasilan bukanlah semata-mata tentang anggaran dan sumber daya, tetapi lebih kepada relevansi, kualitas konten, dan pemahaman akan dinamika media sosial.