Jolly Roger 17-an: Simbol Pop Kultur Diincar Aparat

News82 Dilihat

Amnesty International Indonesia mengecam keras tindakan pemerintah yang mengancam warga dengan sanksi pidana karena mengibarkan bendera Jolly Roger dari anime One Piece. Organisasi HAM ini menilai langkah tersebut represif dan berlebihan, merupakan pelanggaran atas kebebasan berekspresi.

Amnesty berpendapat bahwa penggunaan simbol pop kultur sebagai media kritik merupakan hak konstitusional. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan, “Mengibarkan bendera One Piece sebagai media penyampaian kritik merupakan bagian dari hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi dan berbagai instrumen internasional lainnya yang telah diratifikasi Republik Indonesia.” Ia menegaskan, pengibaran bendera tersebut merupakan bentuk ekspresi damai, bukan upaya makar atau tindakan memecah belah.

Pemerintah keliru menyamakan aksi tersebut dengan ancaman terhadap keamanan nasional. Menurut Amnesty, penindakan berupa razia dan penyitaan bendera One Piece di Tuban serta penghapusan mural di Sragen merupakan perampasan kebebasan berekspresi yang bertujuan mengintimidasi masyarakat. “Represi melalui razia atau penyitaan bendera One Piece di masyarakat seperti yang terjadi di Tuban serta penghapusan mural One Piece di Sragen jelas merupakan suatu bentuk perampasan kebebasan berekspresi yang bertujuan mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Negara tidak boleh anti terhadap kritik,” tegas Usman Hamid.

Sikap Pemerintah yang Kontroversial

Sikap tegas pemerintah ini muncul sebagai respons terhadap fenomena pengibaran bendera One Piece. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menyatakan bahwa tindakan tersebut mengandung unsur pidana karena dianggap mencederai kehormatan bendera Merah Putih. Pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin terbatasnya ruang ekspresi di Indonesia.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menambahkan bahwa fenomena ini diduga sebagai upaya memecah belah persatuan bangsa. Pernyataan-pernyataan ini membentuk dasar tindakan represif yang dilakukan aparat di lapangan.

Kasus di Tuban dan Sragen

Di Kecamatan Kerek, Tuban, seorang pemuda berinisial AR dikunjungi polisi setelah mengunggah foto dirinya memberi hormat pada bendera bajak laut tersebut. Meskipun Kapolsek Kerek, Iptu Kastur, menyatakan kasus tidak berlanjut, bendera AR tetap disita dan konten di ponselnya dihapus.

Insiden serupa terjadi di Sragen, Jawa Tengah. Sebuah mural bergambar karakter One Piece dihapus oleh warga di bawah pengawasan aparat TNI dan Polri. Tindakan-tindakan ini menunjukkan kecenderungan pemerintah untuk membatasi kebebasan berekspresi dengan cara-cara yang dinilai kurang proporsional.

Kewajiban Negara Melindungi Kebebasan Berekspresi

Amnesty International Indonesia menekankan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi warganya, termasuk kebebasan berekspresi. Menekan kritik dengan cara-cara represif justru akan memperparah situasi dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Penggunaan simbol-simbol pop kultur, seperti bendera One Piece dalam hal ini, sebagai bentuk ekspresi, merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Negara seharusnya menciptakan ruang dialog terbuka ketimbang membatasi kebebasan berekspresi secara sewenang-wenang.

Ancaman terhadap Demokrasi

Tindakan represif pemerintah ini merupakan ancaman serius terhadap demokrasi di Indonesia. Kebebasan berekspresi merupakan pilar penting dalam demokrasi yang sehat. Pembatasan yang berlebihan akan menciptakan suasana takut dan menghalangi partisipasi aktif masyarakat dalam perkembangan bangsa. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Pemerintah seharusnya fokus pada menciptakan dialog dan komunikasi yang lebih efektif dengan masyarakat daripada menekan kritik dengan tindakan represif.

Sebagai penutup, kasus pengibaran bendera One Piece ini menunjukkan perlunya pengembangan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hak asasi manusia dan kebebasan berespresi, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat. Kebebasan berpendapat merupakan hak fundamental yang harus dihormati dan dilindungi.