Anggota Komisi IV DPR RI, Hindun Anisah, secara tegas menolak rencana pembangunan peternakan babi senilai Rp1,5 triliun di Jepara, Jawa Tengah. Penolakan ini didasarkan pada potensi dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan nilai-nilai sosial budaya setempat. Ia menekankan perlunya analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang komprehensif sebelum proyek tersebut dilanjutkan, namun menilai rencana saat ini belum memenuhi kriteria tersebut.
Proyek peternakan babi yang berpotensi menghasilkan limbah cair dan padat dalam jumlah besar menjadi perhatian utama Hindun Anisah. Ia khawatir limbah tersebut akan mencemari lingkungan, khususnya udara, air, dan tanah, serta menimbulkan bau tidak sedap yang mengganggu kenyamanan warga sekitar. Pengelolaan limbah yang kurang memadai akan berdampak serius pada ekosistem dan kesehatan masyarakat.
“Limbah cair dan padat dari peternakan babi berisiko mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ini adalah ancaman nyata bagi ekosistem dan kesehatan masyarakat,” tegas Hindun Anisah dalam pernyataan resminya.
Lebih lanjut, Hindun Anisah menyoroti aspek sensitivitas budaya dan agama dalam konteks rencana pembangunan ini. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah yang menyatakan haram membuka, bekerja, atau mendukung usaha peternakan babi menjadi pertimbangan penting dalam penolakan ini. Ia memandang fatwa tersebut merepresentasikan aspirasi sebagian besar masyarakat muslim Jepara.
“Fraksi PKB dengan tegas menolak pendirian peternakan babi di Jepara. Selain mengancam lingkungan dan kesehatan, rencana ini juga tidak sensitif terhadap nilai-nilai sosial dan keagamaan masyarakat setempat,” ungkap Hindun Anisah.
Hindun Anisah menekankan pentingnya pemerintah memperhatikan aspirasi masyarakat dan menghindari kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Ia mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan terkait proyek ini. Pemerintah, menurutnya, perlu lebih peka terhadap suara rakyat dan tidak memaksakan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Berdasarkan informasi yang beredar, rencana pembangunan peternakan babi ini memang telah menimbulkan kontroversi di masyarakat Jepara. Beberapa pihak, terutama dari kalangan tokoh agama dan masyarakat, telah menyatakan keberatan dan penolakan terhadap proyek tersebut. Mereka khawatir proyek ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
Untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif, termasuk studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang melibatkan partisipasi masyarakat. Transparansi dan keterbukaan informasi juga sangat penting untuk mencegah konflik dan memastikan proyek tersebut sesuai dengan kepentingan masyarakat Jepara.
Sebagai kesimpulan, Hindun Anisah mendesak pemerintah untuk mencabut rencana pembangunan peternakan babi di Jepara guna menjaga ketentraman dan kelestarian lingkungan, serta menghormati nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat setempat. Keputusan ini, menurutnya, penting untuk mencegah potensi konflik dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan di Jepara. Perlu ada solusi alternatif yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.