Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer (Noel), memberikan pandangan yang berbeda terkait viralnya pengibaran bendera One Piece menjelang HUT RI ke-78. Ia menekankan pentingnya memahami konteks sebelum memberikan stigma negatif terhadap aksi tersebut. Fenomena ini, menurutnya, harus dilihat sebagai cerminan budaya populer yang mempengaruhi generasi muda.
Generasi muda Indonesia, kata Noel, tumbuh dengan simbol dan cerita fiksi, termasuk One Piece. Mereka terinspirasi oleh semangat kebebasan, persahabatan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan yang ditampilkan dalam serial tersebut. Penggunaan simbol One Piece bukan berarti mereka anti-Indonesia, melainkan cara mereka mengekspresikan perasaan.
“Anak–anak ini hidup di dunia yang penuh simbol dan cerita seperti One Piece. Mereka menyukai semangat kebebasan, persahabatan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan yang digambarkan di sana,” ujar Noel kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/8/2025). Ini adalah pernyataan langsung dari Wakil Menteri.
Noel menegaskan kembali bahwa Merah Putih tetaplah simbol negara yang sakral dan tidak boleh digantikan. Namun, ia melihat pengibaran bendera One Piece bukan sebagai upaya untuk menyaingi simbol negara, tetapi sebagai manifestasi keresahan yang perlu didengar dan dipahami.
“Ketika mereka pakai simbol itu, bukan berarti mereka benci Indonesia. Mereka hanya mencari cara menyampaikan perasaan mereka,” tambahnya. Pernyataan ini juga merupakan kutipan langsung dari Noel. Ia menganggap aksi tersebut bukan pemberontakan, melainkan ungkapan keinginan untuk didengar dan diakui.
Ia menyamakan hal tersebut dengan karakter-karakter dalam One Piece yang seringkali memberontak bukan karena kebencian, tetapi karena kekecewaan dan keinginan untuk perubahan. “Yang mereka lakukan itu bukan pemberontakan. Mereka hanya ingin didengar. Sama seperti di One Piece, banyak karakter memberontak bukan karena benci, tapi karena kecewa dan ingin perubahan,” jelas Noel.
Lebih lanjut, Noel menekankan bahwa tugas negara bukan hanya sebatas menegur, tetapi juga mendengar dan merangkul generasi mudanya. Jika nilai-nilai seperti persahabatan, keadilan, dan solidaritas hanya ditemukan dalam fiksi, maka negara perlu melakukan introspeksi.
“Kalau anak-anak muda merasa nilai-nilai itu tidak ada dalam kehidupan nyata, itu artinya kita harus evaluasi cara kita hadir. Energi mereka jangan dimatikan, tapi diarahkan ke hal positif,” tegas Noel. Ini menunjukkan keprihatinan atas minimnya nilai-nilai positif di kehidupan nyata yang membuat anak muda mencari acuan di dunia fiksi.
Noel juga mengkritik sikap sebagian pejabat yang langsung menganggap fenomena ini sebagai ancaman. Ia berpendapat bahwa tindakan represif justru akan memperlebar jarak antara pemerintah dan generasi muda. “Mereka bukan anti-negara. Mereka hormat Merah Putih, tapi kecewa pada cara pengurus negara bekerja. Itu wajar. Justru karena cinta itulah mereka ingin perubahan. Kalau kita buru-buru memberi stigma, kita akan kehilangan mereka,” ungkap Noel.
Sebagai Ketua Umum Relawan Prabowo Mania, Noel mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam menyikapi dinamika generasi muda. Ia mengajak untuk memahami konteks sebelum memberikan penilaian. “Pahami dulu konteksnya. Ini bukan soal bendera One Piece melawan Merah Putih. Ini soal anak-anak muda yang mencari tempat di negeri mereka sendiri. Kalau kita mau mendengar, rasa kecewa itu bisa kita ubah jadi energi positif,” tutup Noel.
Penggunaan simbol One Piece, meskipun kontroversial, menunjukkan adanya kebutuhan akan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan generasi muda. Perlu adanya evaluasi atas kebijakan dan kinerja pemerintah agar dapat memenuhi aspirasi anak muda dan mengarahkan energi positif mereka ke arah yang konstruktif. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya memahami budaya populer dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi persepsi dan tindakan generasi muda.