Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sukses menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk “The 3rd International Conference on Cultural Sustainable Development (ICOCAS) 2025“. Konferensi ini mengangkat tema penting, “The Rules of Humanities in Responding to the Challenges of a Globalised World,” yang membahas peran kemanusiaan dan kebudayaan dalam menjawab tantangan peradaban global.
Dekan FIB Undip, Prof. Dr. Alamsyah, menjelaskan bahwa Icocas 2025 menjadi wadah bagi para akademisi untuk berkontribusi pada pengembangan budaya dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Konferensi ini mendorong refleksi bersama tentang bagaimana budaya dan kemanusiaan dapat mewarnai pembangunan berkelanjutan di dunia yang semakin kompleks dan terhubung.
“Tema konferensi tahun ini juga berkenaan peran kemanusiaan dan kebudayaan, menanggapi tantangan peradaban di era global. Situasi ini mengajak kita merenungkan bersama, bagaimana budaya dan kemanusiaan harus bisa mewarnai dengan baik aspek pembangunan berkelanjutan di dunia yang kian kompleks dan saling terhubung,” ungkap Prof. Alamsyah saat membuka konferensi di Hotel Aruus, Rabu (6/8/2025).
Konferensi Icocas 2025 dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Direktur Reputasi, Kemitraan, dan Konektivitas Global Kampus Undip, Prof. Dr. Hadiyanto; Wakil Dekan FIB Undip, Eta Farmacelia, PhD; dan Dr. Siti Maziah. Kehadiran dosen dan mitra mancanegara semakin memperkaya acara ini.
Para pakar internasional yang turut berpartisipasi antara lain Professor Vitor Teixeira dari Fernando Pessoa University Portugal, Dr. Habil Timo Duile dari University of Bonn Jerman, Charlotte Setijadi PhD dari University of Melbourne Australia, Nelly Martin-Anastias PhD dari Massey University Selandia Baru, dan Professor Sylvia Tiwon PhD dari University of Berkeley Amerika Serikat. Acara ini juga diikuti oleh dosen dan mahasiswa dari berbagai prodi di FIB Undip.
Tujuan utama konferensi ini adalah untuk menumbuhkan suasana akademis, memperkuat hubungan sosial antar-dosen, dan mewujudkan FIB Undip sebagai institusi kelas dunia. Icocas 2025 juga menjadi platform untuk berbagi ide, membangun jejaring, dan menginspirasi aksi kolektif dalam mengatasi tantangan global.
Konferensi yang berlangsung selama dua hari ini dibagi dalam dua sesi. Hari pertama diisi dengan presentasi dari pembicara utama dan sesi panel, dilanjutkan dengan presentasi dari peserta. Hari kedua dikhususkan untuk penyampaian presentasi makalah peserta. Hasil konferensi berupa publikasi artikel para peserta di Atlantis Press, sebuah platform prosiding internasional terkemuka.
Prof. Alamsyah menekankan pentingnya humaniora di tengah krisis global, mulai dari perubahan iklim hingga erosi budaya. Humaniora mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk masyarakat Indonesia. Banyaknya permasalahan sosial membutuhkan solusi yang tepat dan terintegrasi.
Konferensi ini merupakan bentuk kontribusi nyata dari kalangan akademisi untuk bangsa melalui pendekatan kemanusiaan dan kebudayaan. Beberapa pembicara menyampaikan paparan menarik, seperti:
* Sylvia Tiwon: “To Semarang! Breaking the chain of patriarchy, racism and colonialism in Kartini’s rhetoric”.
* Charlotte Setijadi: “Memories of Unbelonging: Ethnic Chinese Identity Politics in Post-Suharto Indonesia“.
* Habil Timo Duile: “Kuntilanak, a ghost that makes society”.
* Nelly Martin Anastias: “Humility in Second Language Learning: Resource or threat? Coming back to our roots to understand the self and contribute to research in humanities and language acquisition”.
* Vitor Teixeira: “Key Themes in the History of Portuguese-Indonesian Relations Exploring historical interactions and cultural exchanges”.
Konferensi Icocas 2025 bukan sekadar acara akademis, tetapi juga menjadi momentum penting bagi kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan global melalui lensa humaniora dan kebudayaan. Harapannya, konferensi ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan di Indonesia dan dunia.
Komentar