Pengadilan Federal AS di Boston telah menghentikan sementara kebijakan pemerintah yang melarang Harvard University menerima mahasiswa asing. Keputusan ini menyusul gugatan yang diajukan Harvard, yang menuduh kebijakan tersebut sebagai pembalasan yang tidak konstitusional dan melanggar amandemen pertama.
Hakim Distrik AS Allison Burroughs mengeluarkan perintah penangguhan sementara pada Jumat pagi, menghentikan pelaksanaan kebijakan mendadak tersebut yang diberlakukan sejak Kamis. Kebijakan ini berdampak langsung pada lebih dari 7.000 mahasiswa asing di Harvard, sebagian besar merupakan mahasiswa pascasarjana dari lebih dari 100 negara.
Dalam gugatannya, Harvard menyatakan bahwa tindakan pemerintah telah berusaha menghapus seperempat dari jumlah mahasiswa dan akan berdampak sangat buruk bagi universitas. Universitas ini juga menegaskan rencana untuk mengajukan perintah penahanan sementara guna mencegah Departemen Keamanan Dalam Negeri menerapkan kebijakan tersebut.
Latar Belakang Sengketa Harvard dan Pemerintah AS
Pemerintah Trump, melalui Departemen Keamanan Dalam Negeri, menuduh beberapa universitas melanggar hukum hak sipil. Tuduhan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan politik, khususnya terkait isu-isu internasional dan protes di kampus-kampus.
Secara spesifik, Kantor Hak Sipil Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan juga menyoroti Columbia University atas dugaan pembiaran insiden pelecehan terhadap mahasiswa Yahudi, yang diklaim terjadi sejak Oktober 2023. Waktu ini bertepatan dengan serangan Hamas terhadap Israel dan gelombang protes pro-Palestina di AS.
Reaksi internasional terhadap kebijakan ini pun beragam. Pemerintah Tiongkok, misalnya, mengecam kebijakan tersebut, menyatakan akan merusak citra internasional AS. Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong bahkan menawarkan tempat bagi mahasiswa Harvard yang terkena dampak.
Dampak dan Reaksi Internasional
Kebijakan tersebut telah memicu kekhawatiran di kalangan mahasiswa asing, dengan beberapa dari mereka membatalkan penerbangan pulang dan mencari nasihat hukum untuk tetap tinggal di AS. Mereka takut akan tindakan dari pihak Imigrasi dan Bea Cukai (ICE).
Para tokoh internasional juga mengecam kebijakan ini. Mantan Menteri Kesehatan Jerman, Karl Lauterbach, menyebutnya sebagai “bunuh diri kebijakan penelitian,” sementara Menteri Riset Jerman Dorothee Baer juga mengkritik keras tindakan tersebut sebagai “fatal”.
Di sisi lain, Gedung Putih menyebut gugatan Harvard sebagai “sembrono” dan menyarankan agar Harvard lebih fokus pada menciptakan lingkungan kampus yang aman. Pernyataan ini menjadi pusat kontroversi dan memperkeruh situasi yang sudah tegang.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Gugatan
Gugatan yang diajukan Harvard mencantumkan “Presiden dan rekan-rekan Harvard College” sebagai penggugat. Tergugat mencakup beberapa lembaga pemerintah dan pejabat tinggi, termasuk Departemen Keamanan Dalam Negeri, ICE, Departemen Kehakiman, Departemen Luar Negeri, dan beberapa program pertukaran mahasiswa.
Beberapa nama individu, termasuk Kristi Noem, Pam Bondi, Marco Rubio, dan Todd Lyons juga disebutkan dalam gugatan tersebut. Identifikasi individu ini menunjukkan bahwa gugatan tersebut tidak hanya menyasar kebijakan, tetapi juga individu yang dianggap bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.
Kasus ini menyorot konflik antara kebebasan akademik, kebijakan imigrasi, dan politik domestik AS. Keputusan pengadilan selanjutnya akan berdampak signifikan terhadap masa depan pendidikan tinggi di AS dan hubungannya dengan komunitas internasional.
Tinggalkan komentar