Pada pertengahan 2024, pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan Impact Investment Exchange (IIX) untuk memperkenalkan “orange bond,” sebuah instrumen utang inovatif yang bertujuan membiayai program-program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya yang berfokus pada kesetaraan gender. Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap defisit pendanaan SDGs di Indonesia yang diperkirakan mencapai angka fantastis, yakni Rp24.000 triliun.
Keberadaan orange bond diharapkan dapat menjadi solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan ini. Skema pembiayaan yang inklusif ini diyakini mampu menarik investasi swasta untuk proyek-proyek berkelanjutan dan pro-kesetaraan gender. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Tantangan Pendanaan SDGs dan Solusi Inovatif
Yanuar Nugroho, Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs Bappenas, menekankan besarnya kebutuhan pendanaan untuk mencapai target SDGs di Indonesia. Angka Rp24.000 triliun tersebut menggambarkan betapa mendesaknya pencarian solusi pembiayaan yang efektif dan efisien. Orange bond hadir sebagai salah satu jawaban atas tantangan ini, menawarkan mekanisme pendanaan yang lebih terarah dan berdampak.
Selain menyediakan akses pendanaan, orange bond juga diharapkan mampu mendorong inklusi sosial ekonomi. Dengan memprioritaskan proyek-proyek yang memberdayakan perempuan dan kelompok marginal, orange bond bertujuan untuk mengurangi kesenjangan dan menciptakan pembangunan yang lebih adil dan merata. Upaya ini memerlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta.
Peran Pemerintah dan Swasta dalam Adopsi Orange Bond
“Orange bonds diharapkan dapat memainkan peran penting dalam mengatasi kesenjangan dengan menyediakan modal untuk proyek-proyek yang fokusnya pada sustainable dan gender equality,” ujar Yanuar Nugroho dalam sebuah media briefing di Jakarta.
Pemerintah Indonesia berperan penting dalam mendorong adopsi orange bond, bukan sebagai pengganti obligasi berkelanjutan yang telah ada, melainkan sebagai pelengkap. Hal ini disampaikan oleh Chief Operating Officer IIX, Angela Ng. Ia juga memprediksi potensi penggalangan dana melalui orange bond mencapai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp160 triliun (dengan kurs Rp16.000 per dollar AS).
“Dan memberdayakan 100 juta perempuan dan minoritas gender pada tahun 2030,” kata Angela Ng.
Sukses Peluncuran Orange Bond Perdana di Indonesia
Setahun kemudian, tepatnya di pertengahan 2025, orange bond perdana akhirnya diluncurkan di Indonesia. Bukan oleh perusahaan swasta, tetapi oleh salah satu lembaga keuangan milik negara, yaitu PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Ini menandai langkah signifikan dalam upaya pemerintah untuk merealisasikan komitmennya terhadap SDGs dan kesetaraan gender.
Analisis dan Implikasi Keberhasilan PNM
Keberhasilan PNM dalam menerbitkan orange bond pertama di Indonesia menjadi tonggak penting. Hal ini menunjukkan kesiapan lembaga keuangan negara untuk berinovasi dalam pendanaan berkelanjutan dan inklusif. Langkah ini diharapkan dapat menginspirasi lembaga keuangan lain, baik milik negara maupun swasta, untuk mengikuti jejak PNM dan berkontribusi dalam pembiayaan SDGs.
Penerbitan orange bond oleh PNM juga membuka peluang bagi kolaborasi lebih lanjut antara pemerintah dan sektor swasta dalam mencapai tujuan SDGs. Keberhasilan ini dapat menjadi bukti nyata bahwa skema pembiayaan inovatif seperti orange bond mampu memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi kesenjangan dan menciptakan pembangunan yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia.
Ke depannya, perlu adanya evaluasi berkelanjutan terhadap implementasi orange bond untuk memastikan efektivitas dan dampaknya terhadap pencapaian SDGs, khususnya terkait kesetaraan gender. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana orange bond juga menjadi hal yang krusial untuk menjaga kepercayaan publik dan mendorong partisipasi yang lebih luas.