Polisi NTT Diduga Cabuli Korban Pemerkosaan: DPR Desak Pertanggungjawaban Polri

Mais Nurdin

10 Juni 2025

3
Min Read
Polisi NTT Diduga Cabuli Korban Pemerkosaan: DPR Desak Pertanggungjawaban Polri

Kasus dugaan pemerkosaan di Nusa Tenggara Timur () yang diduga dilakukan oleh Aipda PS, seorang oknum anggota kepolisian, menghebohkan publik. Korban, MML, melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, . Ironisnya, MML justru mengalami kekerasan seksual kedua kalinya, kali ini oleh oknum polisi yang seharusnya melindungi dirinya.

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, mengecam keras peristiwa ini. Ia menilai kasus ini merupakan kegagalan sistemik penegakan hukum di . Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian tercoreng akibat tindakan biadab oknum anggota tersebut. Polisi seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi rakyat, bukan malah menjadi pelaku kejahatan.

Sudding menegaskan akan meminta penjelasan resmi dari institusi Polri terkait penanganan kasus ini. Ia mempertanyakan efektivitas pembinaan personel Polri dan mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem , pelatihan, dan pengawasan internal. Kejadian ini tidak boleh dianggap sebagai kasus isolasi, melainkan sebagai cerminan masalah yang lebih sistemik di tubuh kepolisian.

Kegagalan Sistemik dan Urgensi Polri

Kasus ini bukan hanya sekadar tindakan kriminal individual, melainkan mengindikasikan adanya kegagalan sistemik dalam penegakan hukum dan pembinaan internal Polri. Kejadian serupa yang terus berulang menunjukkan adanya kekurangan serius dalam mekanisme pengawasan dan akuntabilitas anggota kepolisian. Hal ini memerlukan tindakan tegas dan komprehensif dari pihak berwenang.

Proses hukum yang adil dan transparan mutlak diperlukan dalam kasus ini. Penting untuk memastikan bahwa Aipda PS diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa pandang bulu. Tindakan penempatan khusus (patsus) yang telah diberikan merupakan langkah awal, namun tidak cukup. Proses hukum harus berjalan dengan tuntas dan memberikan keadilan bagi korban.

Perlu Penguatan Pengawasan Internal dan Nilai

Selain itu, Polri perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem , pelatihan, dan pengawasan internal. nilai dan etika profesi kepada anggota polisi perlu diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Tidak hanya pelatihan teknis, tetapi juga karakter dan peningkatan kesadaran akan hak asasi (HAM) harus menjadi prioritas.

Penting juga untuk menciptakan mekanisme pelaporan yang aman dan mudah diakses bagi masyarakat. Korban kekerasan seksual harus merasa aman dan percaya diri untuk melapor tanpa takut akan perlakuan buruk atau diskriminasi. Hal ini memerlukan peningkatan kapasitas personel kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan sensitif dan profesional.

Perlindungan bagi Korban Kekerasan Seksual

Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual menjadi hal yang sangat krusial dalam kasus ini. Korban berhak mendapatkan pendampingan psikologis, akses layanan kesehatan, dan dukungan hukum yang memadai. Pemerintah dan lembaga terkait harus menjamin akses kepada sumber daya yang dibutuhkan korban untuk memulihkan diri baik secara fisik maupun psikologis.

Kasus ini mengingatkan kita tentang pentingnya sektor kepolisian yang berkelanjutan. tidak hanya berfokus pada aspek teknis dan prosedural, tetapi juga pada perubahan mindset dan kultur organisasi yang lebih berorientasi pada pelayanan publik dan penegakan hukum yang adil.

Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini tidak dapat diabaikan. Publik berhak mengetahui kasus dan tindakan yang diambil oleh Polri untuk menangani masalah ini. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum.

Tinggalkan komentar

Related Post