PPP: Romahurmuziy Diminta Fokus, Jangan Obral Jabatan Jelang Muktamar 2025

Mais Nurdin

29 Mei 2025

3
Min Read
PPP: Romahurmuziy Diminta Fokus, Jangan Obral Jabatan Jelang Muktamar 2025

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Rifa’i, mengkritik keras Ketua Majelis Pertimbangan PPP, M. Romahurmuziy (Rommy), yang dinilai terlalu aktif mengusulkan calon Ketua Umum dari luar partai menjelang Muktamar X. Rifa’i menilai tindakan Rommy ini sebagai tindakan yang merugikan partai dan menunjukkan kurangnya loyalitas terhadap internal PPP.

Rifa’i menyatakan keprihatinannya atas pernyataan Rommy yang mendorong Menteri Amran Sulaiman sebagai calon ketua umum. Ia menganggap tindakan ini sebagai “mengobral” PPP dan mencederai nilai-nilai partai. Pernyataan ini disampaikan Rifa’i kepada wartawan pada Kamis (29/5).

Ia mengingatkan kembali kasus hukum yang menimpa Rommy pada Pemilu 2019. Saat itu, Rommy yang menjabat sebagai Ketua Umum PPP ditangkap KPK atas dugaan suap jual beli jabatan. Kejadian ini, menurut Rifa’i, berdampak sangat buruk pada perolehan suara PPP, khususnya di Jakarta Timur.

Dampak Kasus Rommy terhadap PPP

Rifa’i secara detail menjelaskan bagaimana kasus Rommy berdampak signifikan terhadap perolehan kursi PPP di Jakarta Timur. Dari empat kursi DPRD dan satu kursi DPR RI pada Pemilu sebelumnya, PPP hanya mampu mempertahankan satu kursi DPRD pada Pemilu 2019. Hilangnya kursi-kursi tersebut, menurut Rifa’i, merupakan pukulan telak bagi kader PPP yang telah berjuang keras.

Ia menekankan bahwa peristiwa tersebut menjadi awal keterpurukan PPP. Jumlah kursi di DPRD Provinsi DKI Jakarta pun terjun bebas dari 10 kursi pada 2014 menjadi hanya satu kursi pada 2019. Di tingkat DPR RI, PPP bahkan kehilangan seluruh kursinya.

Rifa’i mendesak Rommy untuk introspeksi diri dan tidak lagi mengganggu jalannya partai. Ia berharap Rommy dapat menghormati para ulama yang telah membangun PPP dan memberikan kesempatan kepada kader internal untuk mengembalikan kejayaan partai.

Tanggapan Rommy dan Pandangannya terhadap PPP

Di sisi lain, Rommy membela diri dengan menyatakan bahwa PPP saat ini, di bawah Mardiono, telah gagal mempertahankan kursi di Senayan. Pernyataan ini disampaikannya pada Rabu (14/5).

Ia berpendapat bahwa untuk memajukan PPP, partai harus lebih fleksibel dan terbuka terhadap calon ketua umum dari luar partai. Rommy mengklaim bahwa hampir semua DPW dan DPC setuju dengan pandangannya ini.

Rommy juga menekankan perlunya PPP untuk melonggarkan aturan AD/ART yang mensyaratkan calon ketua umum harus pernah menjabat dalam kepengurusan DPP. Menurutnya, aturan tersebut terlalu kaku dan menghambat regenerasi kepemimpinan.

dan Pertimbangan

Pernyataan saling bertolak belakang antara Rifa’i dan Rommy ini menggambarkan adanya perpecahan internal di tubuh PPP. Perbedaan pandangan mengenai kepemimpinan dan partai menjelang Muktamar X berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar.

Munculnya usulan calon ketua umum dari luar partai juga menimbulkan pertanyaan mengenai kapabilitas dan komitmen calon tersebut terhadap PPP. Apakah calon eksternal tersebut benar-benar memiliki visi dan misi yang sejalan dengan partai, atau hanya sekadar memanfaatkan momentum ?

Ke depan, perlu adanya dialog dan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan perselisihan internal di PPP. Penting bagi seluruh kader untuk mengedepankan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi atau golongan. Muktamar X mendatang harus menjadi momentum bagi PPP untuk menyatukan kembali barisan dan mempersiapkan diri menghadapi tantangan ke depan.

Proses pemilihan ketua umum harus dilakukan secara demokratis dan transparan, dengan memperhatikan aspirasi seluruh kader. PPP perlu merumuskan yang jelas untuk membangkitkan kembali citra dan perolehan suara di Pemilu mendatang. Keberhasilan PPP dalam menghadapi tantangan ini akan menentukan masa depan partai.

Tinggalkan komentar

Related Post