Glaukoma, penyakit mata yang merusak saraf optik dan berpotensi menyebabkan kebutaan, mengancam sekitar 80 juta orang di dunia. Meskipun belum ada obat yang mampu menyembuhkan glaukoma sepenuhnya, berbagai terapi seperti obat tetes mata, laser, dan operasi membantu memperlambat perkembangannya.
Beberapa faktor gaya hidup terbukti dapat mengurangi risiko glaukoma, termasuk tidak merokok, olahraga teratur, penggunaan kacamata hitam, mengurangi konsumsi kafein, menjaga tekanan darah, dan mengonsumsi makanan kaya nutrisi seperti asam lemak omega-3, vitamin B3, A, C, lutein, dan zeaxanthin.
Sebuah studi terbaru dalam jurnal Cell Reports Medicine menunjukkan potensi suplementasi vitamin B dan kolin dalam memperlambat progresi glaukoma pada tikus. Penelitian ini berfokus pada peran asam amino homosistein.
Peran Asam Amino Homosistein dalam Glaukoma
Homosistein, asam amino yang diproduksi tubuh, berperan dalam sintesis protein. Namun, kadar homosistein yang tinggi (hiperhomosisteinemia) dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung, penurunan kognitif, dan peningkatan risiko stroke.
Kadar homosistein yang tinggi juga dapat mengindikasikan defisiensi vitamin B, karena vitamin B berperan penting dalam memecah homosistein. Studi sebelumnya mengaitkan kadar homosistein tinggi dengan perkembangan glaukoma. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa peningkatan homosistein bukan penyebab langsung, melainkan penanda proses penyakit.
Para peneliti berpendapat bahwa perubahan kadar homosistein mengindikasikan penurunan kemampuan retina untuk memanfaatkan vitamin tertentu yang penting untuk metabolisme yang sehat. Ini menandakan adanya gangguan metabolisme pada retina yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan glaukoma.
Vitamin B dan Kolin: Harapan Baru dalam Pengobatan Glaukoma
Eksperimen pada tikus model glaukoma menunjukkan hasil yang menjanjikan. Suplementasi vitamin B (termasuk B6, B9 (folat), dan B12) dan kolin mampu menghentikan kerusakan saraf optik sepenuhnya pada tikus dengan perkembangan glaukoma yang lambat.
Pada tikus dengan glaukoma yang lebih agresif, suplementasi ini berhasil memperlambat perkembangan penyakit. Yang menarik, tekanan intraokular (IOP), penyebab utama glaukoma, tidak diatasi dalam eksperimen ini. Ini menunjukkan bahwa vitamin B dan kolin mungkin bekerja melalui mekanisme yang berbeda dari pengobatan konvensional yang berfokus pada penurunan IOP.
Para peneliti kini akan melakukan uji klinis pada manusia untuk memvalidasi temuan ini. Hasil yang menjanjikan ini membuka jalan untuk pendekatan pengobatan glaukoma yang lebih holistik, tidak hanya berfokus pada penurunan tekanan intraokular, tetapi juga pada optimalisasi metabolisme seluler di retina.
Pendapat Para Ahli
Para ahli menyambut baik temuan ini. Mereka melihat potensi besar dalam suplementasi vitamin B dan kolin sebagai strategi tambahan dalam pengobatan glaukoma, terutama mengingat peningkatan jumlah kasus glaukoma seiring dengan bertambahnya populasi usia lanjut. Perlu penelitian lebih lanjut, termasuk uji klinis jangka panjang dan eksplorasi suplemen lain yang serupa, untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya.
Selama ini, pengobatan glaukoma difokuskan pada penurunan tekanan bola mata. Namun, temuan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan faktor metabolik lainnya, seperti peran homosistein, dalam perkembangan penyakit. Pendekatan yang lebih komprehensif, yang menggabungkan pengobatan konvensional dengan intervensi nutrisi, berpotensi meningkatkan hasil pengobatan glaukoma di masa depan.
Studi ini membuka babak baru dalam pemahaman dan pengobatan glaukoma. Meskipun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya pada manusia, temuan ini memberikan harapan baru bagi jutaan orang yang menderita penyakit mata yang menghancurkan ini. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengidentifikasi individu yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari suplementasi ini.
Tinggalkan komentar