Rekrutmen 24 Ribu Prajurit TNI AD: Koalisi Sipil Desak Evaluasi Presiden dan DPR

Mais Nurdin

10 Juni 2025

3
Min Read
Rekrutmen 24 Ribu Prajurit TNI AD: Koalisi Sipil Desak Evaluasi Presiden dan DPR

Rencana perekrutan 24.000 prajurit baru oleh TNI Angkatan Darat (TNI AD) tahun ini, sebagian untuk ditempatkan di kompi pertanian dan peternakan di bawah Batalyon Teritorial Pembangunan, menuai kontroversi. Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menyuarakan keprihatinan atas rencana ini, menganggapnya berpotensi mengikis profesionalisme TNI dan merusak roadmap reformasi TNI.

Direktur YLBHI, M. Isnur, mengatakan bahwa rencana ini menyimpang dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara. TNI, menurut KMS, dilatih dan dididik untuk peperangan, bukan untuk kegiatan sipil seperti pertanian, perkebunan, peternakan, atau pelayanan kesehatan. Hal ini dinilai bertentangan dengan konstitusi dan UU TNI.

KMS menekankan bahwa lingkungan strategis yang berubah dan ancaman perang modern menuntut TNI untuk fokus pada keahlian spesifik di bidang pertahanan. Terlibat dalam urusan sipil akan melemahkan kemampuan tempur TNI dan mengaburkan fokus utamanya dalam menghadapi ancaman eksternal. Keterlibatan TNI dalam kegiatan non-militer juga dinilai sebagai kegagalan menjaga pemisahan yang jelas antara urusan sipil dan militer.

Dampak Negatif Terhadap Profesionalisme TNI

Penggunaan personel TNI untuk kegiatan di luar bidang pertahanan dikhawatirkan akan mengurangi kualitas pelatihan dan kesiapsiagaan tempur. Waktu dan sumber daya yang dialokasikan untuk kegiatan pertanian dan peternakan akan mengurangi waktu yang dapat digunakan untuk latihan militer dan peningkatan kemampuan tempur.

Selain itu, penempatan prajurit dalam kegiatan non-militer juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap TNI. Tugas utama TNI yang terabaikan dapat berdampak negatif pada keamanan dan pertahanan nasional.

Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan

Keterlibatan TNI dalam kegiatan ekonomi seperti pertanian dan peternakan juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. TNI yang seharusnya netral dan fokus pada tugas pertahanan bisa terjerat dalam kepentingan ekonomi dan politik.

Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya dan anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan non-militer juga menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Potensi penyelewengan dana dan kurangnya pengawasan dapat menimbulkan kerugian negara.

Ancaman terhadap Reformasi TNI

KMS menilai, rencana ini berpotensi menghambat proses reformasi TNI yang bertujuan untuk menciptakan TNI yang profesional, modern, dan demokratis. Reformasi TNI bertujuan untuk memisahkan peran TNI dari urusan sipil dan mencegah TNI dari keterlibatan dalam politik praktis.

Keterlibatan TNI dalam kegiatan non-militer dapat menciptakan citra TNI yang tidak profesional dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Hal ini berdampak negatif terhadap upaya meningkatkan profesionalisme TNI.

Solusi dan Rekomendasi

KMS mendesak Presiden dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi ketat terhadap rencana perekrutan ini. Mereka meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana tersebut dan fokus pada peningkatan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara.

Sebagai alternatif, pemerintah perlu memperkuat dan meningkatkan kapasitas instansi sipil yang bertanggung jawab dalam bidang pertanian, peternakan, dan pelayanan kesehatan. Hal ini akan lebih efektif dan efisien daripada melibatkan TNI dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

Penting untuk menjaga batasan yang tegas antara peran militer dan sipil agar TNI dapat fokus pada tugas utamanya dan terhindar dari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Tinggalkan komentar

Related Post