Polemik pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menarik perhatian publik. Sekretaris Jenderal BPP HIPMI, Anggawira, menegaskan pentingnya kesadaran publik akan peran krusial industri pertambangan bagi Indonesia.
Pertambangan bukan hanya penyumbang devisa utama, tetapi juga pilar penting transisi energi dan kemandirian ekonomi. Industri ini menjadi penopang rantai pasok baterai, kendaraan listrik, energi bersih, dan digitalisasi global. Tanpa pasokan nikel dan tembaga dari Indonesia, dunia akan kekurangan bahan baku teknologi masa depan.
Sektor pertambangan berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, sekitar 6-7 persen, serta menyerap ratusan ribu tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan royalti dari sektor ini pun terus meningkat.
UU No. 3 Tahun 2020 dan Regulasi Pertambangan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 memperkuat komitmen Indonesia pada pengelolaan tambang yang berbasis kepastian hukum dan penciptaan nilai tambah. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 untuk mengatur pelaksanaan, mendorong hilirisasi, pengawasan lingkungan, dan partisipasi masyarakat.
Tantangan utama kini bukan lagi pada regulasi, melainkan pada penegakan hukum, konsistensi, dan transparansi. Pemerintah dan pelaku industri perlu terus berupaya meningkatkan ketiga hal tersebut.
Kampanye Lingkungan dan Kepentingan Asing
Anggawira mengakui, kampanye lingkungan seringkali dimanfaatkan sebagai alat politik dan ekonomi oleh aktor asing. Framing negatif dapat merusak citra investasi, daya saing global, dan stabilitas kebijakan hilirisasi.
Indonesia perlu waspada dan tegas menghadapi hal ini. Kritik yang membangun harus diterima, tetapi kepentingan nasional tidak boleh tergerus oleh narasi yang tidak berimbang. Ketergantungan pada narasi asing dalam mengelola kekayaan alam harus dihindari.
Kebutuhan Tambang yang Berkelanjutan
Indonesia membutuhkan industri pertambangan yang legal, berkelanjutan, inklusif, dan modern. Publik juga perlu bersikap objektif dan tidak terjebak pada generalisasi berdasarkan satu atau dua kasus yang mungkin terjadi.
Pelaku usaha membutuhkan kepastian hukum untuk menjalankan kegiatannya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sumber daya alam.
Tindakan Pemerintah: Penghentian Sementara Operasional PT Gag Nikel
Menanggapi sorotan publik, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia langsung meninjau tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Kunjungan tersebut merupakan respons atas kekhawatiran terkait dampak lingkungan pertambangan nikel.
Sebagai hasil peninjauan, operasional PT Gag Nikel dihentikan sementara. Penghentian ini telah dilakukan sejak Menteri Bahlil memberikan keterangan pada 5 Juni lalu. PT Gag Nikel merupakan perusahaan tambang nikel yang sahamnya dimiliki oleh Antam, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pemerintah berkomitmen untuk memastikan aktivitas pertambangan di Raja Ampat dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Evaluasi menyeluruh terhadap izin dan operasional pertambangan akan dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
Pentingnya Transparansi dan Partisipasi Masyarakat
Ke depan, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pertambangan sangat penting. Masyarakat perlu dilibatkan dalam pengawasan dan pemantauan aktivitas pertambangan untuk memastikan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dapat diminimalisir.
Pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif akan menjamin pemanfaatan sumber daya alam memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia, tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini memerlukan komitmen kuat dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Tinggalkan komentar