Mantan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) masih menunggu kepastian pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Idulfitri 1444 H yang belum mereka terima. Ketidakpastian ini menambah beban ekonomi para eks karyawan yang telah di-PHK setelah perusahaan tekstil tersebut tutup permanen pada awal Maret 2025.
Jumlah mantan pekerja Sritex yang terdampak cukup signifikan, ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian mereka secara tiba-tiba. Penutupan Sritex, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, menimbulkan dampak sosial ekonomi yang luas, bukan hanya bagi para pekerja dan keluarga mereka, tetapi juga bagi perekonomian lokal.
Pernyataan Pemerintah dan Status Pencairan THR
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Emmanuel Ebenezer (Noel), menyatakan pemerintah berupaya memastikan hak-hak pekerja tetap terpenuhi. Pemerintah mencatat bahwa para mantan karyawan telah menerima Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Namun, Wamenaker mengaku belum mendapatkan informasi terbaru mengenai status pencairan THR. Beliau menekankan bahwa pemerintah akan berupaya agar THR dibayarkan, baik oleh pihak pengusaha maupun melalui kurator yang menangani aset perusahaan yang sedang dilikuidasi.
Proses pencairan THR ini kemungkinan akan memakan waktu, mengingat kompleksitas permasalahan hukum dan keuangan yang dihadapi perusahaan. Kejelasan mengenai jadwal pembayaran THR sangat dinantikan oleh para mantan karyawan.
Dampak Penutupan Sritex dan Nasib Para Pekerja
Penutupan Sritex merupakan pukulan besar bagi ribuan pekerja dan keluarga mereka. Kehilangan pekerjaan secara mendadak menimbulkan kesulitan ekonomi yang signifikan. Selain THR, mereka juga menghadapi tantangan mencari pekerjaan baru dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Banyak mantan karyawan yang kini menggantungkan harapan pada pembayaran THR untuk meringankan beban ekonomi mereka, khususnya setelah menghadapi bulan Ramadhan dan Idulfitri. Ketidakpastian ini menimbulkan keresahan dan keprihatinan yang mendalam.
Upaya yang Dapat Dilakukan
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja, khususnya dalam situasi seperti penutupan perusahaan. Transparansi informasi terkait proses likuidasi dan pencairan aset perusahaan juga sangat penting untuk memberikan kepastian kepada para mantan karyawan.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan program pelatihan dan penempatan kerja untuk membantu para mantan karyawan Sritex mendapatkan pekerjaan baru yang sesuai dengan keahlian mereka. Dukungan ini akan sangat membantu mereka untuk bangkit kembali dari kesulitan ekonomi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi buruh juga dapat memainkan peran penting dalam memberikan pendampingan dan advokasi hukum kepada para mantan karyawan Sritex. Mereka dapat membantu memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan proses pencairan THR berjalan dengan lancar dan adil.
Kasus penutupan Sritex ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan dunia usaha untuk meningkatkan perlindungan pekerja dan memperkuat regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Hal ini penting untuk mencegah kejadian serupa terulang dan melindungi hak-hak pekerja di masa mendatang.