Kisah tragis Sakiko Kanase, istri Jepang Presiden Soekarno, seringkali terlupakan di balik kepopuleran Ratna Sari Dewi. Sebelum menikahi Ratna Sari Dewi, Soekarno terlebih dahulu mempersunting Sakiko Kanase pada tahun 1958 di Hotel Daiichi, Ginza, Jepang. Pernikahan tersebut disaksikan oleh Yoshiko Shimada, yang kemudian menceritakan pengalamannya.
Setelah menikah, Sakiko dibawa ke Indonesia dan tinggal di kawasan elit Menteng, Jakarta. Sebagai wujud kesetiaan, ia memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Saliku Maesaroh. Ia bahkan bekerja sebagai guru privat di perusahaan Jepang, Kinoshita Trading Company, dan dikenal dengan sebutan Bu Guru Basuki.
Namun, kehidupan rumah tangga Sakiko berubah menjadi mimpi buruk. Ia harus menghadapi kenyataan pahit ketika mengetahui hubungan gelap Soekarno dengan Naoko Nemoto, yang juga pernah bekerja sebagai seorang hostes. Naoko, yang kemudian dikenal sebagai Ratna Sari Dewi, berhasil memikat hati Soekarno dan menjadi salah satu istri tercintanya.
Tragedi Cinta dan Pengorbanan
Rasa malu, cemburu, dan kekecewaan yang mendalam membuat Sakiko memilih jalan tragis. Pada 30 September 1959, ia mengakhiri hidupnya dengan melakukan harakiri, sebuah bentuk bunuh diri tradisional Jepang dengan menyayat nadinya sendiri.
Lambert Giebels, penulis biografi Soekarno, menggambarkan keputusasaan Sakiko yang tak mampu menanggung rasa malu karena ditinggalkan suaminya untuk wanita lain yang notabene adalah mantan rekan kerjanya. Perbedaan nasib mereka sangat kontras. Naoko, yang pernah mengalami kesulitan ekonomi, justru hidup bergelimang kemewahan sebagai istri Presiden.
Sementara Sakiko, yang dengan tulus meninggalkan kampung halaman dan kehidupan lamanya untuk mengikuti suaminya, justru dilupakan sejarah dan meninggal dalam kesunyian. Kisahnya menjadi bukti nyata betapa cinta dan pengorbanan bisa berakhir tragis.
Perbandingan Nasib Sakiko dan Ratna Sari Dewi
Kontras yang tajam antara nasib Sakiko dan Ratna Sari Dewi menyoroti ketidakadilan dalam kisah ini. Ratna Sari Dewi, meskipun juga pernah mengalami masa sulit sebagai mantan hostes, berhasil meraih kehidupan yang jauh lebih baik dan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu istri Soekarno.
Sakiko, di sisi lain, mengalami akhir hidup yang menyedihkan dan terlupakan. Kisahnya menjadi cerminan dari ketidakpastian dalam hubungan asmara lintas budaya dan kompleksitas hubungan politik pada masa itu.
Perbedaan ini bukan hanya soal keberuntungan, tetapi juga tentang bagaimana narasi sejarah seringkali mementingkan sudut pandang tertentu dan mengabaikan kisah-kisah yang kurang glamor namun sama pentingnya. Kisah Sakiko menjadi pengingat akan banyaknya cerita-cerita yang tersembunyi di balik sejarah resmi.
Hikmah dari Kisah Sakiko
Kisah Sakiko Kanase mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan dalam hubungan, penghargaan atas pengorbanan, dan kesadaran akan dampak dari pilihan yang kita buat. Ia juga mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan dan mengingat kisah-kisah yang terpinggirkan dalam sejarah.
Lebih dari sekadar tragedi cinta, kisah Sakiko adalah potret nyata tentang bagaimana ambisi, kekuasaan, dan dinamika hubungan antar manusia dapat memengaruhi kehidupan seseorang secara dramatis. Kisah ini juga menjadi pengingat akan pentingnya menghargai setiap individu dan memberikan perhatian pada cerita-cerita yang terlupakan.
Sebagai penutup, kisah Sakiko bukanlah hanya sekadar kisah cinta yang gagal, tetapi juga refleksi dari ketidakadilan sosial dan historis. Semoga kisahnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Tinggalkan komentar