Trump Bela Netanyahu: Sidang Korupsi Disebut Pemburuan Penyihir Politik

Mais Nurdin

30 Juni 2025

3
Min Read
Trump Bela Netanyahu: Sidang Korupsi Disebut Pemburuan Penyihir Politik

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali secara terang-terangan membela Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terkait dugaan korupsi yang menjeratnya. Trump menyebut proses persidangan tersebut sebagai “political witch hunt,” atau perburuan penyihir .

Istilah ini merujuk pada upaya sistematis untuk menjatuhkan atau mendiskreditkan seseorang dalam dunia melalui tuduhan yang dianggap tidak adil atau bermotif . Trump menilai tuduhan terhadap Netanyahu mengerikan, mengingat kerja sama Netanyahu dengan AS dalam menyingkirkan nuklir Iran.

Trump menyebut Netanyahu sebagai “Pahlawan Perang” di media sosialnya. Ia mempertanyakan perlunya Netanyahu menghabiskan waktu di ruang sidang, menyebutnya sebagai perburuan penyihir yang mirip dengan yang dialaminya sendiri. Ia bahkan menganggap proses ini sebagai tindakan gila yang menghambat penting, termasuk negosiasi pembebasan sandera Israel dan perundingan damai dengan Iran.

Tuduhan Korupsi Terhadap Netanyahu

Netanyahu menghadapi tiga kasus korupsi sejak 2019, termasuk tuduhan suap, penipuan, dan penyalahgunaan kepercayaan. Salah satu kasus melibatkan tuduhan penerimaan barang mewah dari para miliarder sebagai imbalan bantuan politik. Kasus lain melibatkan dugaan negosiasi liputan yang menguntungkan dari media Israel.

Netanyahu membantah semua tuduhan dan menyebutnya sebagai “kudeta politik”. Persidangannya dimulai pada Mei 2020, menjadikannya pemimpin Israel pertama yang menjadi terdakwa pidana. Hukum Israel menyatakan ia tidak wajib mengundurkan diri kecuali dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung.

Permintaan Penundaan Sidang dan Reaksi Pengadilan

Baru-baru ini, pengadilan Israel menolak permintaan Netanyahu untuk menunda persidangan. Permintaan ini diajukan setelah pernyataan dukungan penuh dari Trump yang meminta pembatalan kasus tersebut. Pengadilan beralasan permintaan penundaan tersebut tidak memiliki justifikasi yang cukup.

Netanyahu telah beberapa kali meminta penundaan sidang sejak 2020, dengan alasan perang di Gaza, pertempuran di Lebanon, dan konflik dengan Iran. Namun, pengadilan tetap konsisten dalam menolak permohonan tersebut, menekankan pentingnya proses hukum yang berjalan sesuai ketentuan.

Kritik terhadap Pemerintahan Netanyahu dan Desakan Pengunduran Diri

Pemerintahan Netanyahu telah mengusulkan yudisial yang luas, yang oleh para kritikus dianggap sebagai upaya melemahkan lembaga peradilan. Mantan PM Israel, Naftali Bennett, mendesak Netanyahu untuk mengundurkan diri, menyatakan bahwa masa jabatan Netanyahu yang panjang (20 tahun) tidak sehat dan telah menyebabkan perpecahan di masyarakat Israel.

Bennett juga menyinggung penanganan Netanyahu terhadap perang Gaza sejak Oktober 2023 sebagai salah satu alasan desakan pengunduran diri tersebut. Ia secara tegas menyatakan, “Netanyahu harus pergi,” tanpa secara gamblang mengkaitkan desakan ini dengan ambisinya dalam pemilu mendatang.

Peran Bennett dalam Konflik dan Pemilu Mendatang

Bennett, yang pernah memimpin koalisi oposisi terhadap Netanyahu, mengatakan bahwa pemerintahannya berperan penting dalam serangan Israel terhadap situs nuklir dan militer Iran. Ia mengklaim serangan tersebut tidak akan mungkin terjadi tanpa kerja keras pemerintahan singkat yang dipimpinnya.

Meskipun tidak ada pemilu yang dijadwalkan sebelum akhir 2026, kemungkinan pemilu lebih awal tetap ada, mengingat dinamika politik Israel yang fluktuatif. Bennett sendiri, meskipun saat ini menjauh dari politik aktif, diisukan akan kembali berkiprah, mengingat potensi dukungan yang cukup untuk menantang Netanyahu.

Situasi di Gaza dan Kinerja Pemerintahan

Bennett memuji kinerja militer Israel dalam konflik Gaza, namun mengkritik keras manajemen politik pemerintah saat ini. Ia menilai pemerintahan Netanyahu tidak mampu mengambil keputusan secara efektif dan mendesak tercapainya kesepakatan komprehensif untuk pembebasan semua sandera di Gaza.

Ia juga menekankan pentingnya memberantas Hamas, tetapi menyerahkan tugas tersebut kepada pemerintahan mendatang, menghindari pertanyaan tentang pencalonannya kembali dalam pemilu. Situasi kompleks di Gaza, yang masih mengalami konflik sejak serangan Hamas Oktober 2023, menjadi salah satu faktor penentu dalam dinamika politik Israel saat ini.

Kasus Netanyahu, meskipun berfokus pada dugaan korupsi, melebar menjadi isu politik yang luas, melibatkan kritik terhadap pemerintahannya, peran aktor internasional, dan dinamika politik dalam negeri Israel. Masa depan Netanyahu, dan bahkan stabilitas politik Israel sendiri, masih jauh dari pasti.

Tinggalkan komentar

Related Post