Mabar Kriminal
Mabar Kriminal
News

Demo Pilkades Sampang Ricuh: Orator Rebut Mikrofon, Diduga Langgar Hukum

Avatar of Mais Nurdin
2
×

Demo Pilkades Sampang Ricuh: Orator Rebut Mikrofon, Diduga Langgar Hukum

Sebarkan artikel ini
Demo Pilkades Sampang Ricuh Orator Rebut Mikrofon Diduga Langgar Hukum

Sebuah demonstrasi di depan Gedung DPRD Kabupaten Sampang, Jawa Timur, pada Rabu, 16 April 2025, berujung pada insiden perampasan mikrofon yang berpotensi menyeret seorang orator, Abdul Hamid, ke ranah hukum. Aksi ini dipicu oleh tuntutan massa terkait Pilkades serentak 2025 yang dinilai belum mendapatkan respon memadai dari pemerintah daerah.

Abdul Hamid, yang memimpin demonstrasi tersebut, diduga secara paksa merebut mikrofon dari tangan Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sampang, Sudarmanto, dan Ketua Komisi I DPRD Sampang, Moh. Salim. Tindakan ini terjadi di tengah upaya kedua pejabat tersebut untuk mendengarkan dan merespon aspirasi para demonstran.

SCROLL KEBAWAH UNTUK MEMBACA
IKLAN%20PT.%20PENA%20DATA%20MEDIA
Advertisment

Tujuan utama demonstrasi adalah mendesak DPRD dan Pemkab Sampang untuk memberikan dukungan dan kepastian jadwal pelaksanaan Pilkades serentak 2025. Para demonstran merasa aspirasi mereka diabaikan, sehingga tindakan perampasan mikrofon diduga sebagai bentuk kekecewaan dan frustrasi atas kurangnya respon positif.

Perampasan Mikrofon: Pelanggaran Hukum?

Tindakan Abdul Hamid diduga melanggar beberapa aturan hukum. Pertama, pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, yang mengatur tentang ancaman pidana bagi yang secara melawan hukum memaksa orang lain. Merampas mikrofon secara paksa dan menghalang-halangi pejabat publik menjalankan tugasnya dapat dikategorikan di bawah pasal ini.

Selain itu, tindakan tersebut juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Pasal 6 huruf (a) dan (b) UU tersebut mewajibkan setiap warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain serta aturan moral yang diakui umum. Perampasan mikrofon jelas melanggar prinsip-prinsip ini.

Ancaman Pidana dan Sanksi Hukum

Pasal 335 KUHP mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500.000. Pelanggaran terhadap UU Nomor 9 Tahun 1998 juga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Besaran sanksi akan bergantung pada penilaian hakim dan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan.

Potensi sanksi ini perlu dipertimbangkan oleh Abdul Hamid dan para peserta demonstrasi lainnya. Melakukan aksi demonstrasi adalah hak konstitusional, namun harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tanpa melakukan tindakan anarkis atau melanggar hak orang lain.

Respon Pemerintah dan DPRD Sampang

Ketua Komisi I DPRD Sampang, Moh. Salim, meskipun sempat menjadi korban perampasan mikrofon, tetap berupaya menenangkan situasi dan menjelaskan kepada para demonstran alasan penundaan Pilkades. Penundaan ini, menurutnya, disebabkan oleh masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 03 Tahun 2024 yang menjadi landasan hukum pelaksanaan Pilkades.

Salim menekankan pentingnya penyampaian aspirasi melalui jalur yang konstitusional dan tidak melanggar hukum. Meskipun ia mengapresiasi partisipasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, ia menegaskan bahwa DPRD tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku. Ia membuka ruang dialog, namun dengan syarat tetap berpedoman pada hukum dan norma yang berlaku.

Setelah insiden perampasan mikrofon, petugas keamanan langsung mengamankan Moh. Salim untuk mencegah potensi kericuhan lebih lanjut. Pihak berwajib kemungkinan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Abdul Hamid. Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya penyampaian aspirasi yang tertib dan berlandaskan hukum.

Kejadian ini juga menyoroti pentingnya komunikasi dan transparansi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih proaktif dalam menyampaikan informasi dan penjelasan kepada publik terkait kebijakan-kebijakan yang diambil, agar terhindar dari kesalahpahaman dan aksi-aksi yang berpotensi melanggar hukum.

Lebih lanjut, peristiwa ini juga mengungkap pentingnya edukasi publik tentang hak dan kewajiban warga negara dalam menyampaikan aspirasi, serta batasan-batasan hukum yang perlu dipatuhi. Dengan demikian, demonstrasi dapat tetap menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan suara rakyat tanpa harus menimbulkan kericuhan atau pelanggaran hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Penadata.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Va9zUSzF6sn6FmtJPc1m. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *